Monday, November 5, 2012

MAKALAH "PENGARUH BUDAYA TERHADAP EFEKTIFITAS ORGANISASI"


Kata Pengantar
Rasa syukur yang sangat mendalam, saya panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga melalui rahmat-Nya yang tiada terkira rilis pertama dari makalah pengaruh budaya terhadap efektifitas organisasi ini dapat terselesaikan.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga penulisan makalah berjudul “pengaruh budaya terhadap efektifitas organisasi” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas ilmu budaya dasar yang diberikan oleh salah satu dosen saya di Universitas Gunadarma.
Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama proses pembuatan makalah ini kepada :
1.    Bapak Heri Suprapto selaku dosen kelas
2.    Para blogger berharga yang memudahkan saya dalam menyusun makalah
3.    Para rekan sejawat saya di kelas EA01
4.    Kedua orang tua tercinta saya, atas semua doa, cinta, dorongan moril dan spiritual, financial dan atas segala yang telah diberikan kepada saya.
Akhirnya saya berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak yang bermanfaat dan memerlukan.

                                                              Depok, 23 oktober 2012





A.   Latar Belakang
Organisasi seringkali menghadapi berbagai persoalan ketika terjadi interaksi dengan lingkungan terutama apabila lingkungannya tidak stabil dan terus berkembang. Oleh sebab itu, organisasi perlu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah-ubah tersebut agar dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Di samping itu, pada saat yang sama organisasi juga menghadapi masalah internal, yang mengharuskan organisasi mengatasinya sehingga tetap terjadi suatu keterpaduan dalam fungsi organisasi. Upaya mengatasi masalah-masalah eksternal dan internal tersebut, organisasi perlu membentuk suatu budaya organisasi yang kuat dan sehat, bila ingin mempertahankan diri, bahkan jika ingin terus tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang efektif.. Suatu efektifitas diperlukan dalam berbagai aktifitas atau kegiatan, termasuk dalam kegiatan berorganisasi. Saat ini efektifitas organisasi menjadi masalah penting dalam kesehariaanya. Topik ini tidak akan menghilang dari bahasan manajemen serta ilmu organisasi. Efektifitas organisasi ini dapat dilihat dari berbagai segi dan sudut pandang, baik dilihat dari teori maupun yang lain. Namun, di kalangan para ahli masih terdapat perbedaan pengertian mengenai konsep efektifitas organisasi itu sendiri dan alat ukurnya.
A.   Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan di bahas antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud efektifitas organsiasi?
2. Ada yang dimaksud dengan budaya organisasi ?
3. Kapan suatu organisasi dapat dikatakan efektif? Apa ciri-cirinya?
4. Hubungan Budaya Organisasi dengan Efektivitas Organisasi
PENGANTAR
Globalisasi ekonomi dan adanya era perubahan dalam menghadapi perdagangan bebas merupakan tantangan serius bagi para eksekutif dalam mengelola organisasi. Hal ini menuntut kehati-hatian untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan sekaligus menjaga kelangsungan organisasi agar mampu bertahan hidup. Dalam era keterbukaan ini, batas-batas goegrafis bukanlah merupakan hambatan bagi kemungkinan persaingan yang timbul. Oleh karena itu, diharapkan organisasi yang ada di dalam negeri dapat mempersiapkan diri untuk membina organisasinya, terutama sumber daya manusia dan sistem, untuk mampu menghadapi kedatangan pesaingnya, baik dalam industri yang sejenis maupun industri lain. . Para Pendiri organisasi meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikannya sejak awal, baik secara sadar atau tidak. Seiring dengan adanya pertumbuhan organisasi sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya dalam usaha pengembangan organisasinya, maka secara sadar nilai-nilai pokok tertentu yang ada dalam budaya organisasi juga akan mengalami perubahan. Oleh sebab itu, budaya organisasi perlu dikelola agar sesuai dengan pertumbuhan organisasi tersebut, karena budaya organisasi memiliki peranan yang sangat penting tehadap efektifitas organisasi.
PENGERTIAN EFEKTIFITAS ORGANISASI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), kata efektif dapat diartikan dapat membawa hasil atau berhasil guna. Sedangkan organisasi merupakan kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian-bagian (orang) untuk tujuan tertentu atau bias disebut juga kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian lain dari kata efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Istilah efektif berasal dari bahasa inggris effective artinya berhasil, sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Robbins (2005:27) mendefinisikan efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi jangka panjang dan jangka pendek. Rumah sakit misalnya, dikatakan efektif jika ia berhasil memenuhi kebutuhan para kliennya dan rumaha sakit itu efisien jika ia dapat hal itu dengan biaya yang rendah. Gibson et al (1992:25) mengemukakan definisi keefektifan sebagai penilaian yang kita buat sehubungan denga prestasi individu, kelompok dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan, makin lebih efektif kita menilai mereka. Pendapat ini menyatakan istilah keefektifan dengan prestasi. Pengertian ini sama dengan yang dikemukakan Etzioni (1976:8) bahwa efektivitas aktual dari suatu organisasi tertentu ditentukan oleh tingkat sejauh mana organisasi tersebut meralisasikan tujuannya.
KOMPONEN-KOMPONEN EFEKTIFITAS ORGANISASI
Efektifitas organisasi memiliki tiga komponen, yaitu:
1. Efektifitas Individu (Individual Effectiveness)
Seberapa jauh tiap individu yang ada di organisasi mempengaruhi efektifitas organisasi secara keseluruhan, terdiri dari: (a) Ability, (b) Skill, (c) Knowledge, (d) Attitude, (e) Motivation, (f) Stress
2. Efektifitas Kelompok (Groups Effectiveness)
Efektifitas organisasi dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang ada di organisasi yang bersangkutan, yaitu oleh: (a) Cohesiveness, (b)Leadership, (c) Structure, (d) Status, (e) Roles, (f) Norms
3. Efektifitas Organisasi (Organizational Effectiveness)
Efektifitas organisasi ditentukan oleh organisasi secara umum, meliputi sebagai berikut: (a) Environment, (b) Technology, (c) Strategic choices, (d) Structure, (e) Processes, (f) Culture
Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Selama ini untuk menilai apakah organisasi itu efektif atau tidak, secara keseluruhan ditentukan oleh apakah tujuan organisasi itu tercapai atau tidak. Akan tetapi, dalam kenyataan akan sangatlah sulit untuk meilhat atau mempersamakan efektivitas organisasi dengan tingkat keberhasilan dengan pencapaian tujuan. Hal ini disebabkan selain karena selalu ada penyesuaian dengan target yang akan dicapai, juga dalam proses pencapaiannya sering kali ada tekanan dari keadaan sekeliling. Kenyataan tersebut selanjutnya menyebabkan jarang sekali target dapat dicapai secara keseluruhan.  Suatu organisasi tidak memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi, akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuannya tetapi apabila suatu perusahaan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dapat lebih mudah tercapai hal itu dikarenakan efektivitas akan selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Tercapainya tingkat efektivitas yang tinggi perlu memperhatikan kriteria-kriteri efektivitas sebagaimana yang dikemukakan oleh Richard M.Steers (1985:46) sebagai berikut: (1) Produktivitas. (2) Kemampuan berlaba. (3) Kesejahteraan pegawai. Secara lebih operasional, Emitai Atzoni yang dikutip oleh Indrawijaya (1989:227) mengemukakan “efektivitas organisasi akan tercapai apabila organisasi tersebut memenuhi kriteria mampu beradaptasi, berintegrasi, memiliki motivasi, dan melaksanakan produksi dengan baik”.
DEFINISI BUDAYA ORGANISASI
Definisi budaya organisasi antara lain dikemukakan oleh Robbins (1990), budaya organisasi merupakan nilai-nilai dominan atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap para anggota organisasi tersebut. Selain itu budaya organisasi juga merupakan sistem nilai yang diyakini, dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, dan dijadikan acuan perilaku oleh semua anggota organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Selain itu, Shein (Renstra LAPAN, 2005) – pakar dalam “Applied Strategic Planning” mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar (keyakinan dan harapan) yang ditemukan ataupun dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dari organisasi, dan kemudian menjadi acuan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan adaptasi keluar dan integrasi internal, yang dalam kurun waktu tertentu telah berfungsi dengan baik, maka dipandang sah, karenanya dibakukan, sehingga setiap anggota organisasi harus menerimanya sebagai cara yang tepat dalam pendekatan pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang dipegang teguh secara bersama oleh semua anggota organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, budaya dalam suatu organisasi adalah menjadi pengikat semua karyawan dan sekaligus sebagai pemberi arti dan maksud dari keterlibatan karyawan dalam organisasi.
Budaya meliputi suatu sistem nilai yang diyakini oleh individu maupun organisasi. Rokeach (Renstra LAPAN, 2005) mendefinisikan nilai sebagai suatu keyakinan yang berlangsung terus dan relatif tetap bahwa suatu cara khusus mengenai perilaku atau keadaan akhir dari keberadaan adalah lebih baik secara pribadi atau secara sosial dibandingkan dengan cara yang berlawanan dengan cara khusus tersebut. SedangkanSistem Nilai adalah suatu rangkaian kesatuan dari nilai-nilai yang relatif penting dalam organisasi.
Oleh karena itu, nilai yang dianut oleh organisasi akan membawa organisasi kepada suatu tujuan tertentu yang dianggap benar. Demikian pula halnya, nilai yang dianut organisasi akan membawa organisasi tersebut kepada cara-cara tertentu yang tepat dalam mencapai tujuan organisasi, dan cenderung mengabaikan cara-cara lainnya karena dianggap sebagai cara yang salah, dengan kata lain nilai menentukan norma-norma ataupun prinsip-prinsip (standar tindakan) dalam organisasi. Sehubungan dengan lingkup substansi nilai dan kaitannya dengan budaya, maka dapat dinyatakan bahwa suatu orgtanisasi yang mempunyai budaya kuat/mapan adalah organisasi dengan misi dan prinsip yang diterapkannya cukup jelas, dan lebih lanjut dapat dipahami setiap anggota organisasi dan stakeholders. Untuk pemahaman ini, organisassi dituntut untuk mengembangkan“culture network”.
Berdasarkan definisi budaya dan nilai yang telah diuraikan di atas dapat dinyatakan bahwa budaya adalah himpunan sentral dari asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai, di mana nilai-nilai akan menurunkan prinsip-prinsip. Lebih lanjut penerapan prinsip-prinsip akan menjadi upaya validasi bagi budaya tersebut. Oleh karena itu dalam suatu organisasi selalu terjadi proses siklus budaya: keyakinan - nilai - prinsip - keyakinan.
Budaya mengimplikasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu yang berhubungan secara erat dan interdependent. Robbins (1990) mengemukakan bahwa ada sepuluh karakteristik budaya yang berlaku di suatu organisasi yang membedakan antara budaya dari masing-masing organisasi.
Karakteristik tersebut adalah:
1. Inisiatif individual
Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dimiliki oleh individu.
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko
Sejauh mana para karyawan dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
3. Arah (direction)
Sejauh mana organisasi menciptakan dan menggambarkan secara jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
4. Integrasi
Sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja secara terkoordinasi.
5. Dukungan dari manajemen
Sejauh mana para manager dapat berkomunikasi secara jelas, memberikan bantuan, serta dukungan terhadap bawahannya.
6. Control
Seberapa banyak peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
7. Identitas
Sejauh mana para anggota organisasi mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi secara keseluruhan dibandikan dengan kelompok kerja atau dengan bidang keahlian professional.
8. Sistem imbalan (reward sistem)
Sejauh mana alokasi reward (misalnya, kenaikan gaji, promosi) berdasarkan pada kriteria kinerja karyawan sebagai kebalikan dari sistem senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
9. Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka
10. Pola – pola komunikasi
Sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kesepuluh karakteristik tersebut mencakup dimensi struktural dan perilaku dalam organisasi.

ELEMEN BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi yang membentuk perilaku anggota organisasi dalam mencapai tujuannya, melalui pemahaman yang baik terhadap elemen-elemen pembentuk budaya seperti keyakinan, tata nilai, atau adat kebiasaan. Semakin anggota organisasi memahami, mengakui, menjiwai, dan mempraktekkan keyakinan, tata nilai atau adat kebiasaan tersebut dan semakin tinggi tingkat kesadaran mereka, budaya organisasi akan semakin eksis dan lestari. Artinya budaya organisasi merupakan  keyakinan setiap orang di dalam organisasi akan jati diri yang secara idiologis dapat memperkuat eksistensi organisasi baik ke dalam sebagai pengikat atau simpul organisasi dan keluar sebagai identitas sekaligus kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi. Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen, perbedaan budaya satu organisasi dengan organisasi lainnya terletak pada elemen budaya organisasi, sehingga setiap elemen memerlukan pemahaman tersendiri agar member pemahaman budaya secara utuh. Beberapa ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990) nilai- nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan praktek-praktek manajemen serta perilaku; Schwartz dan Davis (1981) kepercayaan, harapan dan norma; Schein (1992) pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artifak; Cartwright (1999) rentangan sistematis, proses pembelajaran, menciptakan cara hidup, dan adaptasi lingkungan; dan Hofstede (2005) symbol, pahlawan, ritual, dan nilai. Deal dan Kennedy (1982) nilai, keteladanan, lingkungan organisasi, rutinitas dan jaringan komunikasi. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat perilaku.
PANDANGAN BUDAYA DI LINGKUNGAN ORGANISASI
Perspektif budaya di lingkungan organisasi merupakan seperangkat kerangka kerja yang membimbing orang-orang untuk bersikap dan berperilaku tepat demi keberhasilan organisasi. Budaya organisasi member arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Implikasinya menyangkut percepatan peningkatan kualitas kinerja pada organisasi memerlukan komitmen yang kuat, kreativitas, inovasi, dan terobosan dalam mengimplementasikan kebijakan di dalam organisasi. Hubungan antar budaya dan efektivitas organisasi, di pandang sebagai kesuksesan organisasi disebabkan oleh kombinasi dari nilai-nilai dan keyakinan, peraturan dan praktik, serta hubungan antar keduanya. Konsekuensi logis hal tersebut adalah diperlukan identifikasi cirri budaya organisasi yang berperan kuat dalam mendukung efektivitas organisasi. Dengan komposisi yang seimbang terkait empat sifat utama budaya; keterlibatan, konsistensi, beradaptasi, dan misi. Organisasi dapat dengan mudah menjadi efektif. Kemampuan bersaing secara efektif, semua organisasi dihadapkan pada sejumlah tantangan yang saling bertentangan, sebagaian besar organisasi harus secara simultan melengkapi integrasi internal dan koordinasi dengan adaptasi eksternal, mencapai komposisi yang seimbang stabilitas dan fleksibilitas. Berdasarkan asumsi tersebut, kerangka kerja untuk menguji gagasan bahwa budaya berpengaruh pada efektivitas organisasi, adalah mengembangkan pemahaman tentang bagaimana menggabungkan ciri-ciri budaya untuk mempengaruhi efektivitas organisasi dengan komposisi yang seimbang karena hal ini memudahkan organisasi menjadi efektif.
MENCIPTAKAN, MEMPERTAHANKAN, DAN MENYEBARLUASKAN BUDAYA
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan budaya organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut direalisasikan. Robbins (1990) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan hasil interaksi antara (1) bias dan asumsi para pendirinya, dan (2) hasil belajar dan pengalaman dari anggota organisasi. Budaya yang diciptakan dalam suatu kondisi atau lingkungan organisasi mempunyai Kekuatan-kekuatan yang mempunyai peranan penting untuk mempertahankan budaya tersebut. kekuatan tersebut adalah praktek seleksi organisasi, tindakan manajemen puncak, serta metode sosialisasi organisasi.

·         SELEKSI
Tujuan dari proses seleksi adalah untuk merekrut orang-orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi, namun selain itu, hal tujuan lainnya adalah menemukan orang - orang yang cocok atau sesuai dengan budaya organisasi. Menurut Rothman (2006) dengan menggunakan metode cultural fit, maka dapat dapat ditemukan orang (calon karyawan) yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan budaya organisasi dalam porsi yang sama besarnya dengan kemampuan teknisnya. Dengan pendekatan ini, akan lebih mudah menemukan orang yang dapat terintegrasi dengan organisasi.
·         TINDAKAN TOP MANAJEMEN
Tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen mempunyai pengaruh atau dampak yang besar terhadap budaya organisasi. Setiap tindakan yang diambil oleh manajemen, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku kerja bawahan, karena tindakan tersebut dalam kurun waktu tetentu akan mempengaruhi karakteristik budaya organisasi. Misalnya bagaimana suatu kejadian dalam organisasi menetapkan norma-norma yang kemudian meresap melalui organisasi dan memberitahukan apakah pengambilan resiko diinginkan atau tidak, sejauhmana kebebasan yang diberikan oleh para manajer kepada bawahannya, kriteria kinerja seperti apa yang akan menunjang kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lainnya.
·         SOSIALISASI
Sosialisasi adalah proses penyesuaian diri terhadap budaya organisasi. Metode atau strategi yang digunakan oleh organisasi dalam mensosialisasikan budayanya mempengaruhi apakah budaya tersebut mudah terintegrasi atau tidak.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia
Robbins (1990: 49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai suatu tingkat dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengukur/menguji efektivitas organisasi? Beberapa teori dan hasil penelitian telah menawarkan beberapa model untuk menguji efektivitas organisasi. Pendekatan tradisional digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi individual dalam rangka untuk mempertemukan kemampuan dan tujuan organisasi tersebut dalam setiap bidang yang khusus. Pendekatan ini menimbulkan beberapa pertanyaan sehubungan dengan pengukuran efektivitas organisasi. 
BUDAYA DAN KEEFEKTIFAN ORGANISASI
Budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis terhadap kesuksesan suatu organisasi, misalnya untuk membangun kinerja ekonomi dan kinerja organisasionalnya dalam jangka panjang sebagai sarana bagi anggota organisasi untuk memenuhi kebutuhan serta mencapai tujuannya. Sejauh mana budaya mempengaruhi efektifitas organisasi dapat diketahui dengan melihat kuat atau lemahnya budaya organisasi tersebut.
Robbins (1996) mengemukakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah, individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah perubahan. Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik nilai-nilai individu maupun nilai-nilai kelompok yang selama ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah mereka lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang menuntut kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban yang diharapkan.
Apabila komponen dalam organisasi tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, maka hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Selanjutnya berdampak pada efektivitas organisasi itu sendiri.
Di sisi lain, adanya nilai inti (core value) dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik, dan dirasakan secara meluas merupakan cirri dari budaya organisasi yang kuat. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti (core values), memahami dan menyetujui jajaran tingkat kepentingannya, dan tingginya komitmen tehadap organisasi, maka semakin kuat budaya tersebut. Dengan adanya budaya organisasi yang kuat dan sehat di setiap perusahaan akan berdampak positif di perusahaan tersebut. Manfaat besarnya adanya budaya organisasi adalah dimana anggotanya atau karyawan dapat terfokuskan dan tercurahkan segala perhatian pada system nilai-nilai yang ada dan berlaku di dalam organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Hal ini telah dinyatakan sebelumnya oleh Robbins (2005) budaya organisasi yang kuat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua orang yang berada di dalam organisasi diarahkan kesuatu pandangan arah yang sama. Selain itu Luthans (2006) melihat budaya organisasi memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama.Dengan adanya budaya organisasi kuat dan sehat dapat difungsikan sebagi tuntutan yang mengikat para karyawan karena diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan demikian budaya organisasi akan menciptakan peningkatan produktifitas, dan kinerja.
Budaya organisasi yang kuat dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, karena untuk mencapai efektivitas maka dibutuhkan budaya organisasi, strategi, lingkungan, dan teknologi yang sesuai. Budaya organisasi lebih kuat apabila terdapat kecocokan budaya (culture fit) dengan variabel-variabel penting lainnya, meliputi: strategi, lingkungan, dan teknologi (Robbins, 1990).
Kanungo dan Jaeger (Smith, dkk: 2001) juga mengemukakan bahwa kecocokan budaya (culture fit) menentukan efektivitas organisasi. Budaya yang dimaksud di sini mencakup: lingkungan fisik dan sosio-politik, yang meliputi konteks ekologi, sosialisasi, hukum, dan sistem politik yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan perusahaan yang mencakup karakteristik pasar, kepemilikan (ownership), sifat industri, dan sebagainya. Hal ini mempengaruhi budaya kerja dalam organisasi, yang diterapkan pada sejumlah kegiatan HRM (human resource management), yang antara lain meliputi: desain pekerjaan, pengawasan, dan prosedur pemberian reward.
Budaya yang kuat juga akan meningkatkan perilaku yang konsisten dari anggota organisasi. Oleh karena itu, budaya dapat dijadikan sebagai sarana yang kuat untuk mengontrol dan dapat bertindak sebagai sebuah substitusi bagi formalisasi. Semakin kuat budaya suatu organisasi maka semakin lemah atau rendah formalisasi yang berlaku di oraganisasi tersebut. Kebutuhan manajemen untuk mengembangkan peraturan dan kebijakan formal sebagai pedoman perilaku kerja anggota organisasi makin kurang. Pedoman tersebut akan dipahami dan diterima oleh anggota organisasi apabila mereka menerima budaya organisasi tersebut.
DEFINISI KONSEPTUAL
1. Budaya organisasi adalah tingkat kemampuan seperangkat keyakinan, tata nilai, dan pola perilaku yang melekat pada system organisasi yang senantiasa mengontrol perilaku anggota organisasi beraktifitas dalam organisasi.
2. Efektivitas organisasi adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan dengan usaha kerjasama, berkaitan dengan optimalisasi ketercapaian rencana (target).





KESIMPULAN
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas organisasi merupakan suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada secara tepat guna.
 PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Saya banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.


http://zizer.wordpress.com/2009/04/26/efektifitas-organisasi/
http://journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/viewFile/870/797

Tuesday, October 9, 2012

MENGELOLA PENANGGULANGAN BENCANA


Penderitaan merupakan realitas dunia,juga realtias manusia. Maksudnya bahwa didunia itu pasti ada penderitaan,dan penderitaan itu pasti akan terjadi pada manusia. Penderitaan disebabkan oleh beberapa hal. Ada penderitaan karena alasan fisik seperti bencana alam,penyakit dan kematian, ada pula penderitaan karena alasan moral seperti kekecewaan dalam hidup,kebencian kepada orang lain.
Bangsa Indonesia menyimpan penderitaan karena alasan moral yang disebabkan adanya stempel ekstrim kanan dan ekstrim kiri yang berlanjut dengan perlakuan diskriminasi. Setiap penderitaan harus memiliki jalan keluar,tergantung besar kecilnya penderitaan tersebut.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Seperti halnya contoh penderitaan yang dialami oleh bencana alam. Bencana alam merupakan contoh mendasar yang butuh penanggulangan.  Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, serta kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Penanggulangan tersebut membutuhkan seorang pemimpin atau seorang manajer yang mengatur dan merencanakan strategi penanggulangan terhadap korban bencana alam.
Strategi yang dibutuhkan seperti
·         Meningkatkan jumlah dan mutu bantuan sosial bagi korban bencana alam atau pengungsi
·         Meningkatkan kualitas SDM bagi petugas penanggulangan bencana khususnya dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan.
·         Meningkatkan anggaran bantuan sosial bagi korban bencana alam
·         Membentuk jaringan komunikasi dan informasi penanggulangan bencana alam
·       Serta menyempurnakan mekanisme bantuan sosial korban bencana alam sesuai dengan perubahan paradigma yang terus berkembang

Selain menanggulangi bencana, seorang pemimpin yang baik juga harus melakukan perencanaan dalam penanggulangan yang matang dalam menangani bencana alam seperti dilakukan dalam bentuk:
a. penyusunan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana;
b. penyusunan perencanaan penanggulangan bencana;
c. penentuan standar kebutuhan minimun;
d. pembuatan prosedur tanggap darurat bencana;
e. pengurangan resiko bencana;
f. pembuatan peta rawan bencana;
g. penyusunan anggaran penanggulangan bencana;
h. penyediaan sumberdaya/logistik penanggulangan
bencana;dan
i. pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan gladi/simulasi
penanggulangan bencana.

Namun dalam bekerja tentu seorang manajer dan pemimpin membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Kerja sama dalam menanggulangi bencana menjadi kunci sukses dalam penanggulangan tersebut.

PENGARUH BUDAYA TERHADAP KINERJA PEMASARAN



Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat. Budaya organisasi selain berpengaruh terhadap kinerja organisasi,
Selanjutnya kinerja organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan yang tinggi merupakan salah satu indicator juga efektivitas manajemen, yang berarti bahwa budaya organisasi telah dikelola dengan baik. Namun kinerja karyawan erat kaitannya dengan kinerja pemasaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memiliki peran penting dalam kinerja pemasaran.
 Kinerja pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu produk Kinerja pemasaran merupakan konstruk atau faktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja, baik berupa kinerja pemasaran ( seperti volume penjualan, porsi pasar atau market share dan tingkat pertumbuhan penjualan) maupun kinerja keuangan. Untuk itu ukuran yang sebaiknya digunakan adalah ukuran yang bersifat activity based measure yang dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja pemasaran tersebut
Aktivitas pemasaran dilakukan oleh seorang manajer. Manajer yang baik harus mampu menarik pelanggan dengan kreativitas yang dia miliki. Dengan adanya budaya organisasi yang mengikat di setiap perusahaan, tidak akan menjadi kendala besar untuk seorang  manajer dalam memasarkan produknya, baik di pasar atau didalam suatu perusahaan.
Konsep pemasaran menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi seperti market share dan profitabilitas tergantung pada kemampuan perusahaan dalam menentukan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskannya dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaingnya. Beberapa tahun terakhir orientasi pasar mengalami peningkatan dan dipandang sebagai elemen kunci untuk mencapai kinerja perusahaan. Orientasi pasar sangat penting dalam manajemen pemasaran modern. Perusahaan yang berorientasi pasar dinilai memiliki pengetahuan tentang pasar yang lebih tinggi serta memiliki kemampuan berhubungan dengan pelanggan lebih baik, kemampuan ini dipandang mampu menjamin perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang kurang berorientasi pasar .
            Implikasi Manajerial
1.    Dibuat data base tentang pelanggan
2.    Disediakan kertas untuk menulis kritik dan saran untuk pelanggan
3.    Dengan melakukan survei pasar terhadap selera konsumen terhadap produk yang ia pasarkan
4.    Dengan memberikan potongan-potongan harga bagi pelanggan yang loyal
5.    Dengan membuat iklan-iklan promosi barang yang akan dipasarkan di Koran
6.    Menampung semua masukan masukan pelanggan dan diimplementasikan respon yang bernilai positif
7.    Menggali dan mencari ide-ide yang unik
8.    Diberikan edukasi tentang arti pentingnya menciptakan hal-hal baru yang unik yang disukai oleh konsumen dan mengikuti training
9.    Promosi-promosi bagi pelanggan yang loyal yang membeli diberikan gratis beberapa produk atau potongan harga.
Dengan adanya implementasi yang dilakukan manajer diatas, budaya perusahaan tentu tidak akan menghambat kinerja karyawan dan kinerja pemasaran didala suatu perusahaan.



PANDANGAN DAN SIKAP HIDUP WIRAUSAHAWAN


Kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entrepreneur ini. Melalui kewirausahaan akan memunculkan banyak manfaat pada masyarakat, manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.
·        
                Menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran.
·         Sebagai generator pembangunan lingkungan, bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan,  kesejahteraan, dan sebagainya.
·         Menjadi pribadi unggul yang patut diteladani, karena sebagai seorang wirausaha yang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain.
·         Memberi contoh bagaimana bekerja keras, tetapi tidak melupakan perintah-perintah agama, dekat dengan Tuhan.
·         Selalu menghomati hukum dan peraturan yang berlaku, berusaha selalu menjaga dan membangun lingkungan.
·         Berusaha memberi bantuan kepada orang lain dalam bidang pembangunan sosial, sesuai dengan kemampuannya.
·         Berusaha mendidik karyawan menjadi orang mandiri, disiplin, jujur, dan tekun dalam menghadapi pekerjaan.
·         Hidup tidak berfoya-foya dan tidak boros.
·         Memelihara keserasian lingkungan, baik dalam pergaulan maupun kebersihan lingkungan.
Namun banyak faktor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat, sehingga mereka kurang berminat terhadap profesi wirausaha
Sebagian lain memandang bahwa profesi wirausaha cukup menjanjikan di masa depan. Hal ini didorong oleh kondisi persaingan di antara pencari kerja yang semakin ketat. Lowongan pekerjaan mulai terasa sempit
Lambannya menyikapi pentingnya kewirausahaan ini, menyebabkan kita tertinggal jauh dari negara tetangga, yang seakan-akan memiliki spesialisasi dalam profesi
2.1. Pengertian wirausaha
Wirausaha secara histories sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Diluar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad XVI, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20.

          Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an dibeberapa Negara seperti di Eropa, Amerika, dan Canada. Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan entrepreneurship atau small business management. Pada tahun 1980-an,hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, maka pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan kewirausahaan di segala lapisan masyarakat menjadi berkembang.
Dalam bidang pemerintahan seperti dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler (1992), pemerintahan saat ini dituntut untuk memberi corak kewirausahaan (entrepreunerialgovernment). Dengan memiliki jiwa/corak kewirausahaan, maka birokrasi  akan memiliki motivasi, optimisme, dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebil efisien, efektif, fleksible sdan adaptif.

         Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yang sejak awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta. Persepsi tentang wirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada kemandirian (swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha. Istilah wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karena memang penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan yang dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang lapangan kerja, maka pendidikan wiraswasta mengarah untuk survival dan kemandirian seharusnya lebih ditonjolkan.
Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya,entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.
Definisi entrepreneurship  menekankan pada inovasi, seperti: produk baru, metode produksi baru, pasar baru dan bentuk baru dari organisasi. Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneursebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.

          Dengan pengertian tersebut di atas, nampaknya tidak semua orang yang berusaha atau berwiraswasta dapat dikategorikan dalam kelompok Wirausaha atau Wiraswasta. Orang yang hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya tanpa diikuti dengan perubahan untuk maju. Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal :
1. Jumlah kekayaan yang tercipta
Usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
2. Kecepatan mendapatkan kekayaan
Sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
3. Resiko.
Resiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
4. Inovasi
Entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.
Jadi kewirausahaan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena berisi Body of knowledge yang utuh dan nyata ada obyek, konsep dan metodenya. Oleh karena itu, untuk menjadi wirausaha yang sukses tidak hanya memiliki bakat saja tetapi juga harus memiliki pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya.
Wirausaha mempunyai peranan untuk mencari kombinasi–kombinasi baru yang merupakan gabungan dari proses inovasi (menemukan pasar baru, pengenalan barang baru, metode produksi baru, sumber penyediaan bahan mentah baru dan organisasi industri baru). Wirausaha yaitu seseorang yang inisiator, innovator, creator danorganisator yang penting dalam suatu kegiatan usaha, yang dicirikan : (a) selalu mengamankan investasi terhadap resiko, (b) mandiri, (c) berkreasi menciptakan nilai tambah, (d) selalu mencari peluang, (d) berorientasi ke masa depan.
Unsur-unsur Kewirausahaan meliputi motivasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan semangat dan kemampuan memanfaatkan peluang. Yang dapat dijadikan peluang adalah : pengembangan teknologi baru, penemuan pengetahuan ilmiah baru, perbaikan produk barang dan jasa yang ada serta penemuan cara-cara baru yang menghasilkan barang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih efisien.
Fungsi wirausaha adalah memperkenalkan barang baru, melaksanakan metode produksi baru, membuka bahan dan sumber-sumber baru serta pelaksanaan organisasi baru.Sedangkan Keuntungan kewirausahaan, antara lain :
·         Otonomi, pengelolaan yang ‘merdeka’ membuatwirausaha menjadi seorang ‘boss’ yang penuhkepuasan
·         Tantangan Awal & Motif Berprestasi,merupakan pendorong yang baik dan berpeluanguntuk mengembangkan konsep usaha yangmenghasilkan keuntungan
·         Kontrol Finansial, bebas dalam mengelolakeuangan dan merasa sebagai kekayaan milik sendiriyang dapat diaturnya
Jenis Kewirausahaan adalah sebagai berikut :
1. Innovating Entrepreneurship
Bereksperimentasi secara agresif, trampil mempraktekkan transformasi-transformasi atraktif
2. Imitative Entrepreneurship
Meniru inovasi yang berhasil dari para Innovating Entrepreneur
3. Fabian Entrepreneurship
Sikap yang teramat berhati-hati dan sikap skeptikal tetapi yang segera melaksanakan peniruan-peniruan menjadi jelas sekali, apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka akan kehilangan posisi relatif pada industri yang bersangkutan.
4. Drone Entrepreneurship
Drone = malas. Penolakan untuk memanfaatkan peluang-peluang untuk melaksanakan perubahan-perubahan dalam rumus produksi sekalipun hal tersebut akan mengakibatkan mereka merugi diandingkan dengan produsen lain.

            Ciri-ciri dan watak kewirausahaan antara lain :                                                                                                                   
·         Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualistis,dan optimism
·         Berorientasi pada tugas dan hasil. Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif
·         Pengambilan resiko Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan
·         Kepemimpinan Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik
·         Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel
·         Berorientasi ke masa depan Pandangan ke depan, perspektif

Friday, October 5, 2012

MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN



Seorang manajer harus mengetahui tujuan seorang pekerja dan tindakan-tindakan yang harus diambil pekerja untuk mencapainya. Banyak teori motivasi dan penemuan yang mencoba menjelaskan hubungan perilaku dan hasil. Menurut Wahjosumidjo, motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia. Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang berharga, yang tujuannya jelas untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya.
Budaya organisasi dan motivasi terhadap suatu perusahaan berpengaruh terhadap baik buruknya kinerja karyawan pada suatu perusahaan. Kepuasan kerja dalam suatu perusahaan dipengaruhi pula terhadap budaya organisasi serta motivasi. Dalam hal ini kepuasan kerja dalam karyawan diantaranya kesempatan untuk maju, gaji,keamanan kerja dan sebagainya, berpengaruh terhadap kinerja, Jadi kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh budaya organisasi, motivasi dan kepuasan kerja pada suatu perusahaan.
Motivasi ini juga hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus diberikan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Kepuasan kerja merupakan “perasaan seseorang terhadap pekerjaan” ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja semacam ini melihat kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya
Faktor-faktor Motivasi :
Faktor-faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya status, prestasi, pengakuan, pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, dan sebagainya.
Faktor yang memberikan kepuasan (faktor-faktor yang memotivasi) dihubungkan dengan faktorfaktor intrinsik yang membuat pekerjaan menjadi menarik, seperti : prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja. Faktor-faktor ketidakpuasan (faktor hygiene) dihubungkan dengan faktor-faktor ekstrinsik mencakup gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, dan semua yang mempengaruhi konteks di mana kerja dilaksanakan.
Pada umumnya, seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dimulai dari
aspek fisiologis, rasa aman, sosial, keakuan, dan aktualisasi. Namun dalam kasus tertentu
ada pula orang yang tidak melalui urutan kebutuhan seperti bentuk piramid secara utuh.
Untuk memelihara dan mempertahankan motivasi kerja karyawan dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi perlu dipenuhi terlebih dahulu apa yang menjadi motif kerjanya. Jika motif-motif  yang menjadi penggerak dan motivator karyawan tidak dipenuhi, maka sulit bagi karyawan dalam membangkitkan motivasi dirinya untuk
mewujudkan kinerja organisasi sesuai yang diharapkan.
Beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam
melakukan pekerjaannya, antara lain motivasi, kemampuan, dan lingkungan kerja. Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja karyawan, sedangkan faktor kemampuan dan lingkungan karja memiliki hubungan tidak langsung. Baik faktor
kemampuan maupun lingkungan kerja keberadaannya sangat berpengaruh terhadap
motivasi kerja karyawan sehingga untuk meningkatkan kinerja harus dimulai dengan bagaimana membangun dan meningkatkan motivasi kerja itu sendiri.