Tuesday, October 9, 2012

MENGELOLA PENANGGULANGAN BENCANA


Penderitaan merupakan realitas dunia,juga realtias manusia. Maksudnya bahwa didunia itu pasti ada penderitaan,dan penderitaan itu pasti akan terjadi pada manusia. Penderitaan disebabkan oleh beberapa hal. Ada penderitaan karena alasan fisik seperti bencana alam,penyakit dan kematian, ada pula penderitaan karena alasan moral seperti kekecewaan dalam hidup,kebencian kepada orang lain.
Bangsa Indonesia menyimpan penderitaan karena alasan moral yang disebabkan adanya stempel ekstrim kanan dan ekstrim kiri yang berlanjut dengan perlakuan diskriminasi. Setiap penderitaan harus memiliki jalan keluar,tergantung besar kecilnya penderitaan tersebut.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Seperti halnya contoh penderitaan yang dialami oleh bencana alam. Bencana alam merupakan contoh mendasar yang butuh penanggulangan.  Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, serta kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Penanggulangan tersebut membutuhkan seorang pemimpin atau seorang manajer yang mengatur dan merencanakan strategi penanggulangan terhadap korban bencana alam.
Strategi yang dibutuhkan seperti
·         Meningkatkan jumlah dan mutu bantuan sosial bagi korban bencana alam atau pengungsi
·         Meningkatkan kualitas SDM bagi petugas penanggulangan bencana khususnya dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan.
·         Meningkatkan anggaran bantuan sosial bagi korban bencana alam
·         Membentuk jaringan komunikasi dan informasi penanggulangan bencana alam
·       Serta menyempurnakan mekanisme bantuan sosial korban bencana alam sesuai dengan perubahan paradigma yang terus berkembang

Selain menanggulangi bencana, seorang pemimpin yang baik juga harus melakukan perencanaan dalam penanggulangan yang matang dalam menangani bencana alam seperti dilakukan dalam bentuk:
a. penyusunan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana;
b. penyusunan perencanaan penanggulangan bencana;
c. penentuan standar kebutuhan minimun;
d. pembuatan prosedur tanggap darurat bencana;
e. pengurangan resiko bencana;
f. pembuatan peta rawan bencana;
g. penyusunan anggaran penanggulangan bencana;
h. penyediaan sumberdaya/logistik penanggulangan
bencana;dan
i. pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan gladi/simulasi
penanggulangan bencana.

Namun dalam bekerja tentu seorang manajer dan pemimpin membutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Kerja sama dalam menanggulangi bencana menjadi kunci sukses dalam penanggulangan tersebut.

PENGARUH BUDAYA TERHADAP KINERJA PEMASARAN



Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat. Budaya organisasi selain berpengaruh terhadap kinerja organisasi,
Selanjutnya kinerja organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan yang tinggi merupakan salah satu indicator juga efektivitas manajemen, yang berarti bahwa budaya organisasi telah dikelola dengan baik. Namun kinerja karyawan erat kaitannya dengan kinerja pemasaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memiliki peran penting dalam kinerja pemasaran.
 Kinerja pemasaran merupakan konsep untuk mengukur prestasi pemasaran suatu produk Kinerja pemasaran merupakan konstruk atau faktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja, baik berupa kinerja pemasaran ( seperti volume penjualan, porsi pasar atau market share dan tingkat pertumbuhan penjualan) maupun kinerja keuangan. Untuk itu ukuran yang sebaiknya digunakan adalah ukuran yang bersifat activity based measure yang dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja pemasaran tersebut
Aktivitas pemasaran dilakukan oleh seorang manajer. Manajer yang baik harus mampu menarik pelanggan dengan kreativitas yang dia miliki. Dengan adanya budaya organisasi yang mengikat di setiap perusahaan, tidak akan menjadi kendala besar untuk seorang  manajer dalam memasarkan produknya, baik di pasar atau didalam suatu perusahaan.
Konsep pemasaran menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi seperti market share dan profitabilitas tergantung pada kemampuan perusahaan dalam menentukan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskannya dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaingnya. Beberapa tahun terakhir orientasi pasar mengalami peningkatan dan dipandang sebagai elemen kunci untuk mencapai kinerja perusahaan. Orientasi pasar sangat penting dalam manajemen pemasaran modern. Perusahaan yang berorientasi pasar dinilai memiliki pengetahuan tentang pasar yang lebih tinggi serta memiliki kemampuan berhubungan dengan pelanggan lebih baik, kemampuan ini dipandang mampu menjamin perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang kurang berorientasi pasar .
            Implikasi Manajerial
1.    Dibuat data base tentang pelanggan
2.    Disediakan kertas untuk menulis kritik dan saran untuk pelanggan
3.    Dengan melakukan survei pasar terhadap selera konsumen terhadap produk yang ia pasarkan
4.    Dengan memberikan potongan-potongan harga bagi pelanggan yang loyal
5.    Dengan membuat iklan-iklan promosi barang yang akan dipasarkan di Koran
6.    Menampung semua masukan masukan pelanggan dan diimplementasikan respon yang bernilai positif
7.    Menggali dan mencari ide-ide yang unik
8.    Diberikan edukasi tentang arti pentingnya menciptakan hal-hal baru yang unik yang disukai oleh konsumen dan mengikuti training
9.    Promosi-promosi bagi pelanggan yang loyal yang membeli diberikan gratis beberapa produk atau potongan harga.
Dengan adanya implementasi yang dilakukan manajer diatas, budaya perusahaan tentu tidak akan menghambat kinerja karyawan dan kinerja pemasaran didala suatu perusahaan.



PANDANGAN DAN SIKAP HIDUP WIRAUSAHAWAN


Kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entrepreneur ini. Melalui kewirausahaan akan memunculkan banyak manfaat pada masyarakat, manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.
·        
                Menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran.
·         Sebagai generator pembangunan lingkungan, bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan,  kesejahteraan, dan sebagainya.
·         Menjadi pribadi unggul yang patut diteladani, karena sebagai seorang wirausaha yang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain.
·         Memberi contoh bagaimana bekerja keras, tetapi tidak melupakan perintah-perintah agama, dekat dengan Tuhan.
·         Selalu menghomati hukum dan peraturan yang berlaku, berusaha selalu menjaga dan membangun lingkungan.
·         Berusaha memberi bantuan kepada orang lain dalam bidang pembangunan sosial, sesuai dengan kemampuannya.
·         Berusaha mendidik karyawan menjadi orang mandiri, disiplin, jujur, dan tekun dalam menghadapi pekerjaan.
·         Hidup tidak berfoya-foya dan tidak boros.
·         Memelihara keserasian lingkungan, baik dalam pergaulan maupun kebersihan lingkungan.
Namun banyak faktor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat, sehingga mereka kurang berminat terhadap profesi wirausaha
Sebagian lain memandang bahwa profesi wirausaha cukup menjanjikan di masa depan. Hal ini didorong oleh kondisi persaingan di antara pencari kerja yang semakin ketat. Lowongan pekerjaan mulai terasa sempit
Lambannya menyikapi pentingnya kewirausahaan ini, menyebabkan kita tertinggal jauh dari negara tetangga, yang seakan-akan memiliki spesialisasi dalam profesi
2.1. Pengertian wirausaha
Wirausaha secara histories sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Diluar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak abad XVI, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20.

          Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an dibeberapa Negara seperti di Eropa, Amerika, dan Canada. Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan entrepreneurship atau small business management. Pada tahun 1980-an,hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, maka pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan kewirausahaan di segala lapisan masyarakat menjadi berkembang.
Dalam bidang pemerintahan seperti dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler (1992), pemerintahan saat ini dituntut untuk memberi corak kewirausahaan (entrepreunerialgovernment). Dengan memiliki jiwa/corak kewirausahaan, maka birokrasi  akan memiliki motivasi, optimisme, dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebil efisien, efektif, fleksible sdan adaptif.

         Istilah wirausaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yang sejak awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta. Persepsi tentang wirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan entrepreneur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada kemandirian (swasta) pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha. Istilah wirausaha kini makin banyak digunakan orang terutama karena memang penekanan pada segi bisnisnya. Walaupun demikian mengingat tantangan yang dihadapi oleh generasi muda pada saat ini banyak pada bidang lapangan kerja, maka pendidikan wiraswasta mengarah untuk survival dan kemandirian seharusnya lebih ditonjolkan.
Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya,entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.
Definisi entrepreneurship  menekankan pada inovasi, seperti: produk baru, metode produksi baru, pasar baru dan bentuk baru dari organisasi. Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneursebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.

          Dengan pengertian tersebut di atas, nampaknya tidak semua orang yang berusaha atau berwiraswasta dapat dikategorikan dalam kelompok Wirausaha atau Wiraswasta. Orang yang hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya tanpa diikuti dengan perubahan untuk maju. Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal :
1. Jumlah kekayaan yang tercipta
Usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
2. Kecepatan mendapatkan kekayaan
Sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
3. Resiko.
Resiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
4. Inovasi
Entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.
Jadi kewirausahaan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena berisi Body of knowledge yang utuh dan nyata ada obyek, konsep dan metodenya. Oleh karena itu, untuk menjadi wirausaha yang sukses tidak hanya memiliki bakat saja tetapi juga harus memiliki pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya.
Wirausaha mempunyai peranan untuk mencari kombinasi–kombinasi baru yang merupakan gabungan dari proses inovasi (menemukan pasar baru, pengenalan barang baru, metode produksi baru, sumber penyediaan bahan mentah baru dan organisasi industri baru). Wirausaha yaitu seseorang yang inisiator, innovator, creator danorganisator yang penting dalam suatu kegiatan usaha, yang dicirikan : (a) selalu mengamankan investasi terhadap resiko, (b) mandiri, (c) berkreasi menciptakan nilai tambah, (d) selalu mencari peluang, (d) berorientasi ke masa depan.
Unsur-unsur Kewirausahaan meliputi motivasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan semangat dan kemampuan memanfaatkan peluang. Yang dapat dijadikan peluang adalah : pengembangan teknologi baru, penemuan pengetahuan ilmiah baru, perbaikan produk barang dan jasa yang ada serta penemuan cara-cara baru yang menghasilkan barang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih efisien.
Fungsi wirausaha adalah memperkenalkan barang baru, melaksanakan metode produksi baru, membuka bahan dan sumber-sumber baru serta pelaksanaan organisasi baru.Sedangkan Keuntungan kewirausahaan, antara lain :
·         Otonomi, pengelolaan yang ‘merdeka’ membuatwirausaha menjadi seorang ‘boss’ yang penuhkepuasan
·         Tantangan Awal & Motif Berprestasi,merupakan pendorong yang baik dan berpeluanguntuk mengembangkan konsep usaha yangmenghasilkan keuntungan
·         Kontrol Finansial, bebas dalam mengelolakeuangan dan merasa sebagai kekayaan milik sendiriyang dapat diaturnya
Jenis Kewirausahaan adalah sebagai berikut :
1. Innovating Entrepreneurship
Bereksperimentasi secara agresif, trampil mempraktekkan transformasi-transformasi atraktif
2. Imitative Entrepreneurship
Meniru inovasi yang berhasil dari para Innovating Entrepreneur
3. Fabian Entrepreneurship
Sikap yang teramat berhati-hati dan sikap skeptikal tetapi yang segera melaksanakan peniruan-peniruan menjadi jelas sekali, apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka akan kehilangan posisi relatif pada industri yang bersangkutan.
4. Drone Entrepreneurship
Drone = malas. Penolakan untuk memanfaatkan peluang-peluang untuk melaksanakan perubahan-perubahan dalam rumus produksi sekalipun hal tersebut akan mengakibatkan mereka merugi diandingkan dengan produsen lain.

            Ciri-ciri dan watak kewirausahaan antara lain :                                                                                                                   
·         Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualistis,dan optimism
·         Berorientasi pada tugas dan hasil. Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif
·         Pengambilan resiko Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan
·         Kepemimpinan Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik
·         Keorisinilan Inovatif dan kreatif serta fleksibel
·         Berorientasi ke masa depan Pandangan ke depan, perspektif

Friday, October 5, 2012

MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN



Seorang manajer harus mengetahui tujuan seorang pekerja dan tindakan-tindakan yang harus diambil pekerja untuk mencapainya. Banyak teori motivasi dan penemuan yang mencoba menjelaskan hubungan perilaku dan hasil. Menurut Wahjosumidjo, motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia. Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang berharga, yang tujuannya jelas untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya.
Budaya organisasi dan motivasi terhadap suatu perusahaan berpengaruh terhadap baik buruknya kinerja karyawan pada suatu perusahaan. Kepuasan kerja dalam suatu perusahaan dipengaruhi pula terhadap budaya organisasi serta motivasi. Dalam hal ini kepuasan kerja dalam karyawan diantaranya kesempatan untuk maju, gaji,keamanan kerja dan sebagainya, berpengaruh terhadap kinerja, Jadi kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh budaya organisasi, motivasi dan kepuasan kerja pada suatu perusahaan.
Motivasi ini juga hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus diberikan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Kepuasan kerja merupakan “perasaan seseorang terhadap pekerjaan” ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja semacam ini melihat kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya
Faktor-faktor Motivasi :
Faktor-faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya status, prestasi, pengakuan, pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, dan sebagainya.
Faktor yang memberikan kepuasan (faktor-faktor yang memotivasi) dihubungkan dengan faktorfaktor intrinsik yang membuat pekerjaan menjadi menarik, seperti : prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja. Faktor-faktor ketidakpuasan (faktor hygiene) dihubungkan dengan faktor-faktor ekstrinsik mencakup gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, dan semua yang mempengaruhi konteks di mana kerja dilaksanakan.
Pada umumnya, seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dimulai dari
aspek fisiologis, rasa aman, sosial, keakuan, dan aktualisasi. Namun dalam kasus tertentu
ada pula orang yang tidak melalui urutan kebutuhan seperti bentuk piramid secara utuh.
Untuk memelihara dan mempertahankan motivasi kerja karyawan dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi perlu dipenuhi terlebih dahulu apa yang menjadi motif kerjanya. Jika motif-motif  yang menjadi penggerak dan motivator karyawan tidak dipenuhi, maka sulit bagi karyawan dalam membangkitkan motivasi dirinya untuk
mewujudkan kinerja organisasi sesuai yang diharapkan.
Beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam
melakukan pekerjaannya, antara lain motivasi, kemampuan, dan lingkungan kerja. Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja karyawan, sedangkan faktor kemampuan dan lingkungan karja memiliki hubungan tidak langsung. Baik faktor
kemampuan maupun lingkungan kerja keberadaannya sangat berpengaruh terhadap
motivasi kerja karyawan sehingga untuk meningkatkan kinerja harus dimulai dengan bagaimana membangun dan meningkatkan motivasi kerja itu sendiri.

MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI


Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik .
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya didefinisikan sebagai konflik dalam suatu organisasi, pandangan mengenai konflik, sumber dan jenis konflik, serta bagaimana melaksanakan manajemen konflik dalam organisasi.
           Konflik adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penelitian, atau pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub-unit yang sedang berselisih akan berusaha agar kepentingan atau pandangan mereka mengungguli yang lainnya .
           Terdapat tiga pandangan mengenai konflik. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan yang berbeda mengenai apakah konflik merugikan, hal yang wajar atau justru harus diciptakan untuk memberikan stimulus bagi pihak-pihak yang terlibat untuk saling berkompetisi dan menemukan solusi yang terbaik. Pandangan itu adalah sebagai berikut :
1. PandanganTradisional
2. Pandangan Hubungan Manusia Pandangan Interaksionis
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh penyebab munculnya konflik , yaitu:
a. Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi
b. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan merugikan
i. Pelecehan pribadi dan kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang diharapkan darinya
Stoner sendiri menyatakan bahwa penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja (interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan (differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas organisasi (individual style and organizational ambiguities)
             Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi, baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
a. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk dalam cara ini adalah:
1) minta bantuan orang luar
2) menyimpang dari peraturan (going against the book)
3) menata kembali struktur organisasi
4) menggalakkan kompetisi
5) memilih manajer yang cocok
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu pengertian
b. keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang emosional
c. belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
d. mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempelajari dan memberikan tanggapan
g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan suatu penyelesaian
h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan mengikatkan diri pada penyelesaian itu
j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang terlibat konflik.

MENGELOLA ETOS KERJA SUKU JAWA


Menurut Gregory, sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju, dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan perusahaannya. Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja menetapkan etos kerja seseorang
Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya
Menurut Toto Tasmara, Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:
a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.
c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.

Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Cara Menumbuhkan Etos Kerja :

1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3. Keberanian untuk memulai :
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan

Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.

Pada umumnya masyarakat jawa dikenal sebagai masyarakat yang mempunyai prinsip ‘alon-alon asal klakon’yang artinya perlahan tapi pasti terlaksana.
Hal itu menimbulkan tanggapan bahwa masyarakat Jawa menunjukan sifat-sifat lamban dan kurang enerjik.
Pada era modern saat ini,sikap yang serba lamban dan kurang enerjik itu tidak tepat lagi digunakan. Karena secara ekonomis,segala tindakan yang serba lamban memiliki konsekuensi biaya yang tinggi. Hal itu menimbulkan suatu permasalahan bagi sebuah organisasi.
Peran seorang manajer dalam membentuk kepribadian bawahannya sangatlah berpengaruh besar. Namun,bagaimana seorang manajer mampu menempatkan dirinya disebuah kesukuan yang berbeda-beda didalam organisasinya.
Sebaliknya,berdasarkan hasil penelitian,prinsip yang dimiliki suku Jawa yaitu ‘alon-alon asal klakon’ ternyata mengandung nilai kearifan seperti melakukan kecermatan,kehati-hatian atau perhitungan yang matang dalam bertindak.
Dengan begitu,seorang manajer selayaknya memiliki kecerdasan yang tepat guna untuk mengatasi tercapainya sebuah tujuan dengan berorganisasi bersama masyarakat suku Jawa. Kesabaran yang harus dimiliki seorang manajer,tidak berarti digunakan untuk menunda pekerjaan,tetapi menjadikan sebuah prinsip keanggotaan dalam mencapai tujuan dan sasaran bersama.

MENGELOLA BUDAYA ORGANISASI


Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya, dalam arti antropologi dan sejarah, adalah inti dari kelompok atau masyarakat tertentu, apa yang berbeda mengenai cara para anggotanya saling berinteraksi dan dengan orang dari luar lingkungan dan bagaimana mereka menyelesaikan apa yang dikerjakannya.
Dalam lima belas tahun terakhir konsep budaya organisasi telah diperluas oleh mahasiswa organisasi untuk menjelaskan banyak hal yang terjadi di dalam organisasi. Sebenernya budaya organisasi yang kuat, diakui secara luas sering kali disebutkan sebagai alasan suksesnya organisasi. Sejumlah organisasi menanamkan budaya tertentu seperti upacara, penghargaan, gaya dekoratif, dan berbagai bentuk simboli lain dari komunikasi yang merupakan sifat budaya perusahaan yang menjadi pedoman tindakan anggota organisasi.
Walaupun beberapa aspek budaya organisasi sudah jelas terlihat, banyak aspek lain yang tidak begitu nyata, aspek-aspek terbuka, sasaran perusahaan yang dinyatakan secara formal, teknologi, struktur, kebajikan, dan prosedur, serta sumber keuangan, di bawah permukaan terletak aspek-aspek yang tersembunyi.
Oleh karena itu budaya adalah bagaimana organisasi belajar berhubungan dengan lingkungan. Budaya merupaka bauran kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan ide yang lain yang digabungkan menjadi satu untuk menentukan apa arti dalam bekerja dalam suatu organisasi tertentu.
Budaya tidak akan terlepas dari unsur organisasi yang erat hubungannya dengan peran seorang manajer. Peran manajer salah satunya adalah mengelola.
Berbicara tentang mengelola,mengelola merupakan tugas manajemen puncak yang tidak dapat didelegasikan dan merupakan sebuah kekuasaan maupun keahlian.
Hal yang dikelola biasanya dimulai dengan melihat peta kebudayaan organisasi,karena adanya tuntutan kebudayaan. 
Hal-hal yang seyogyanya dilakukan seorang manajer adalah mengubah budaya untuk mendorong perubahan organisasi. Namun mengubah budaya bukanlah perkara yang mudah,karena memerlukan pengukuran budaya organisasi dalam hubungannya dengan perubahan organisasi.
Seorang manajer harus mampu melihat dan merancang beberapa pertanyaan untuk dijadikan pilihan strategis.
Apakah kebudayaan yang sekarang telah disesuaikan dengan strateginya?
Jika tidak,apakah strategi itu dapat disesuaikan?
Jika tidak,perubahan kebudayaan apa yang diperlukan?
Jika perubahan ini dapat dilaksanakan,apakah kita mempunyai orangnya?
Berapa biayanya dalam pengertian perhatian manajemen dan uang?
Apakah manfaat yang diharapkan lebih besar dari biayanya?
Bagaimana rentang waktu yang realistis untuk perubahan itu?
Jika masih ragu,lebih baik mengubah strategi. Subkebudayaan berbeda dapat memerlukan pendekatan yang berbeda.

Thursday, October 4, 2012

ASPEK KEADILAN DALAM MANAJERIAL


      Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan tentunya membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material dan mesin. Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu para karyawan. Karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
 Bagi sebagian karyawan, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Pada prinsipnya imbalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Biasanya imbalan ini merupakan nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya sendiri karena telah menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan imbalan bagi karyawan. Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan liburan. Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk imbalan bukan uang misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan diri, fleksibilitas karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian dan pengakuan. Imbalan bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya mengenai rasa aman.
Ketika baru-baru ini di negara kita terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang disebabkan karena adanya bank-bank yang dilikuidasi dan adanya krisis moneter, mengakibatkan banyak karyawan yang merasa tidak aman dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk mengatasi hal ini, beberapa pengusaha berusaha menenangkan karyawannya dengan menawarkan rasa aman untuk tidak di PHK, dan sebagai gantinya karyawan tidak memperoleh peningkatan imbalan berupa uang. Contoh lain, misalnya simbol status. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap orang ingin memperoleh dan menggunakan simbol-simbol status tertentu untuk memuaskan kebutuhannya. Semakin banyak simbol status yang dimilikinya, misalnya memperoleh fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, atau memperoleh kenaikan pangkat, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa berhasil memuaskan kebutuhannya. Salah satu kebutuhan yang terpuaskan itu misalnya kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang-orang dalam lingkungan kerjanya atau masyarakat di sekitarnya. Menurut Siagian (1995), status
merupakan faktor motivasional yang penting, sebab status dipandang sebagai peringkat prestise seseorang dalam suatu organisasi, seperti jabatan, pangkat dan fasilitas yang diperoleh.
Dalam hubungan kinerja dan kepuasan kerja bawahan, hubungan dengan rekan kerja dan atasan maka manager sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mengarahkan usaha yang bertujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya sangat berkepentingan didalam mengelola bawahannya sehingga mereka dapat bekerja secara optimal.
Seorang manajer yang efektif didalam menjalankankan tugasnya memiliki perilaku yang berorientasi pada tugas dengan artian bahwa para manajer berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti misalnya merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasi kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan, dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para bawahan dalam menetapkan tujuan-tujuan kinerja yang tinggi namun realistis. Selain perilaku yang berorientasi pada tugas,seorang manajer juga harus memiliki perilaku yang berorientasi pada hubungan seperti bertindak ramah tamah dan penuh perhatian pada bawahan, mencoba untuk mengerti masalah bawahan, membantu untuk mengembangkan para bawahan dan meningkatkan karier mereka, serta selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberi pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan bawahan. Perilaku yang ketiga adalah kepemimpinan partisipatif yang artinya bahwa seorang manajer dapat mengadakan pertemuan kelompok agar memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerja sama, dan memudahkan pemecahan konflik. Selain itu,peran dari manajer dalam pertemuan kelompok adalah memandu  diskusi, berkonstruktif serta berorientasi kepada pemecahan masalah. Namun, penggunaan partisipasi bukan secara tidak langsung menghilangkan tanggung jawab, dan manajer tersebut tetap bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasilnya.
Didalam melaksanakan tugasnya manajer  memainkan berbagai peran yang sesuai dengan sifat dari posisi manajerial tersebut yaitu
v  Peran performa pemimpin : Para manajer diharuskan untuk melakukan tugas-tugas simbolik tertentu yang bersifat legal dan sosial. Tugas-tugas tersebut seperti memimpin pertemuan tertentu,berpartisipasi dalam upacara ritual, dan menerima tamu resmi.
v  Peran sebagai pemimpin : Para manajer bertanggung jawab agar sub-sub unit organisasinya berfungsi sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi dalam mengejar tujuan dasarnya. Sejumlah kegiatan manajerial khususnya memperhatikan peran pemimpin, termasuk merekrut, melatih, mengarahkan memberi pujian, memberi kritik,  mempromosikan, dan memberhentikan.
v  Peran sebagai penghubung : Hakikat dari peran penghubung adalah membuat kontak-kontak baru, tetap menjalin hubungan, memberi bantuan yang sebaliknya akan memungkinkan manajer tersebut untuk pada saatnya meminta juga kemurahan hati dari orang lain.                                                                                                                                                                                                         
v  Peran sebagai pemantau : Para manajer secara kontinu mencari informasi dari sejumlah sumber,seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam setiap pertemuan dan melakukan perjalanan pengamatan. Kebanyakan dari informasi tersebut dianalisis untuk menemukan masalah dan peluang serta proses internal didalam subunit organisasi dari manajer tersebut.
v  Peran sebagai disseminator (pembagi informasi) : Para mananjer mempunyai akses khusus kepada sumber-sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan. Beberapa dari informasi tersebut harus diteruskan kepada para bawahan, mungkin dalam bentuk aslinya atau setelah diinterpretasi dan disunting oleh manajer tersebut.
v  Peran sebagai juru bicara : Para manajer juga diharuskan untuk meneruskan informasi dan memberikan pernyataan-pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit organisasi mereka. Masing-masing manajer tersebut juga diharapkan untuk bertindak sebagai seorang lobbyist dan sebagai wakil hubungan masyarakat dari subunit organisasi jika menghadapi para atasan dan pihak luar.
v  Peran sebagai wirausahawan : Manajer sebuah organisasi bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan peluang dalam memperbaiki situasi yang sekarang ada. Beberapa dari proyek perbaikan tersebut diawasi langsung oleh manajer tersebut, dan beberapa lainnya didelegasikan kepada para bawahan.
v  Peran sebagai penanganan kerusuhan : Dalam peran sebagai penangangan kerusuhan, seorang manajer menghadapi sebuah krisis yang mendadak tidak dapat diabaikan. Krisis tersebut disebabkan oleh perisitiwa-peristiwa yang tidak diduga, seperti konflik diantara bawahan, pemogokan, kebakaran. Seorang manajer secara khas memberikan prioritas terhadap peran tersebut dibanding dengan yang lainnya.
v  Peran sebagai pembagi sumber daya : Para manajer menggunakan kekuasaan mereka untuk mengalokasi sumber-sumber daya seperti uang, personalia, material, peralatan, dan jasa-jasa. Alokasi sumber daya termasuk dalam pengambilan keputusan manajerial mengenai apa yang akan dilakukan, Dalam kewenangan manajer untuk mensahkan keputusan-keputusan yang diambil oleh para bawahan, dalam menyiapkan anggaran, dan dalam penjadwalan waktu manajer itu sendiri.
v  Peran sebagai perunding : Para manajer dapat ikut serta dalam berbagai jenis perundingan, termasuk perundingan dengan serikat pekerja yang menyangkut kontrak antara buruh dan manajemen; perundingan mengenai kontrak dengan para pelanggan yang penting, para pemasok, atau konsultan dan perundingan-perundingan lainnya yang tidak rutin. 
Namun ketika seorang manajer tidak berperilaku adil baik dalam aspek intrinsic maupun ekstrinsik maka besar kemungkinan berdampak terhadap penurunan kinerja bawahan dan yang lebih buruk adalah demotivasi karyawan. Dalam budaya dasar Thomas Aquinas memberikan pengertian kepada keadilan sebagai kemauan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Keadilan juga berarti keseimbangan antara kehidupan kejiwaan dan kehidupan keragaan, antara berpikir dan merasakan, antara kepentingan diri dan kepentingan orang lain . Keadilan mengacu pada adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
Keadilan memiliki beberapa karakteristik / ciri antara lain :
·         Adil (just)
·         Bersifat hukum (legal)
·         Sah menurut hukum (lawful)
·         Tidak memihak (unpartial)
·         Sama hak (equal)
·         Layak (fair)
·         Wajar secara moral (equitable)
·         Benar secara moral (righteous)
Jika keadilan dihubungkan dengan teori motivasi keadilan yang mengatakan bahwa suatu teori motivasi kerja yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan seseorang akan keadilan dan kejujuran dari penghargaan dan hukuman dalam menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya.
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atas keadilan dari penghargaan yang diterima. Menurut teori keadilan, individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan dengan yang mereka terima dari upaya dalam proposi dengan usaha yang mereka pergunakan, orang menilai keadilan dari imbalan mereka dengan membandingkan dengan imbalan yang diterima orang lain untuk input yang serupa atau dengan rasio usaha yang lain yang mereka alami. Kalau mereka merasa ada ketidakadilan, akan berkembang ketegangan di antara mereka, yang mereka usahakan penyelesaiannya  lewat penyesuaian tingkah laku mereka. Sebagai contoh seorang pekerja yang menganggap bahwa dirinya menerima gaji terlalu kecil, misalnya, mungkin mencoba mengurangi ketidakadilan ini dengan mengurangi usaha yang mereka lakukan.
Ketidak adilan dapat memicu perilaku karyawan yang menurut Harian Spokesman Review masuk kedalam sikap atau tipe karyawan/pegawai yang tidak disukai dari sisi manajer, yaitu :
§  Not my job (NMJ), tipe karyawan macam ini selalu pintar menghindari tugas dengan alasan bukan tugasnya.
§  Need more money (NMM), selalu menganggap gajinya belum setimpal dengan pekerjaannya, dan tidak mau mengakui kesejahteraan yang sudah diusahakan pimpinan / organisasinya.
§  Wastes company time (WCT), membuang jam kerja dengan aktivitas yang merugikan organisasi, belanja di pasar/ Mal, urusan pribadi saat jam kerja, pergi tanpa ijin atasan.
§  Needs more help (NMH), merasa pekerjaannya “overload”, meski sudah dibantu pegawai lain tetap saja pekerjaannya tidak pernah beres.
§  Always complaining and diagreeble (ACD), selalu mengeluh dan bersikap tidak menyenangkan, baginya setiap hari adalah penderitaan dan pekerjaan dianggap sebagai siksaan.
§  Clock watcher’s syndrome (CWS), selalu rajin menengok jam, khususnya mendekati akhir jam bekerja, setelah makan siang tidak banyak yang dikerjakannya kecuali menunggu saatnya pulang.
§  The trouble maker (TTM), pembuat onar, suka menghambat dan menunda pekerjaan dengan alasan lupa, mengulur-ulur waktu, benalu/parasit dalam tim  dan keberadaannya menjadi beban yang membuat laju kinerja tim terseok-seok.
Ketika kondisi penurunan kinerja diketahui, maka Manajemen puncak berdasarkan kaidah organisasi akan menilai bahwa apapun masalah ditingkat manajemen fungsional merupakan tanggung jawab manajernya, berbagai alasan dapat menjadi dasar penilaian bagi manajemen puncak terhadap manajernya seperti dikemukakan oleh Ferdinand Fournies, penulis buku Why Employees Don’t Do What They’re Supposed To Do and What To Do About It, bahwa faktor penyebab kegagalan manajer mengelola bawahannya adalah karena :

1.    Mereka tidak tahu mengapa mereka sampai harus melakukannya.

2.    Mereka tidak tahu bagaimana cara melakukannya.

3.    Mereka tidak tahu apa-apa yang seharusnya dilakukan.
4.    Mereka pikir cara Anda tidak akan berhasil.
5.    Mereka pikir cara mereka lebih baik.
6.    Mereka pikir ada yang lebih penting.
7.    Tidak ada konsekuensi positif sebagai hasil dari pengerjaan tugas itu.
8.    Mereka mendapatkan reward dari tidak mengerjakan tugas itu.
  1. Mereka justru mendapat hukuman dari mengerjakan apa-apa yang seharusnya mereka lakukan.
10. Mereka mengira bakal ada konsekuensi negatif bila mereka mengerjakannya.
11. Performa buruk mereka tidak mendapat konsekuensi negatif
12. Ada hambatan-hambatan di luar kendali mereka
  1. Ada batasan-batasan pribadi yang menghalangi mereka dari merampungkan tugas itu.
14. Masalah pribadi.
15. Tugasnya memang mustahil untuk dikerjakan.

Atau apakah manajernya yang tidak melakukan fungsinya yaitu
  1. Apakah manajer sudah menjelaskan ke karyawan tentang mengapa pekerjaan ini harus dilakukan?
  2. Apakah karyawan punya keterampilan yang dibutuhkan untuk merampungkan tugas ini? Bila tidak, bagaimana manajer bisa melatihnya? Apakah ada orang lain yang bisa mengerjakan tugas ini?
  3. Apakah manajer sudah merumuskan ekspektasi yang jelas terkait outcome atau hasil akhir yang diharapkan?
  4. Sudahkah manajer memberi penjelasan sedemikian rupa terkait kerjaan ini sehingga karyawan bisa mengukur bilamanakah tugas mereka dikerjakan dengan baik? Apakah mereka punya cukup informasi untuk melakukan monitoring -mandiri?
  5. Sudahkah manajer menjelaskan mengapa prosedurnya adalah yang terbaik? Apakah manajer memberikan kesempatan pada karyawan untuk mendiskusikan prosedur tersebut? Apakah karyawan mempunyai masukan terkait dengan prosedur tersebut?
  6. Sudahkah manajer sudah menjelaskan bagaimana hubungan antara tugas yang diberikan dengan prioritas perusahaan? Sudahkah manajer menjelaskan tingkat kegentingan dari kerjaan ini?
  7. Sudahkah manajer menyediakan cukup insentif untuk performa yang baik? Apakah karyawan mengetahui bahwa manajer memonitor performa mereka? Apakah ada konsekuensi negatif dari tidak perform? Melalui tindakan dan perilaku apakah manajer sudah memberikan ganjaran khusus bagi karyawan yang tidak perform?
  8. Apakah karyawan punya anggapan bahwa bila pekerjaannya rampung dengan baik mereka justru akan mendapat konsekuensi kurang menguntungkan?
  9. Apakah mereka kurang punya sumberdaya yang cukup untuk bisa mengatasi penghalang di tengah jalan?
  10. Apakah ada hal-hal yang perlu disediakan manajer untuk mereka agar masalah-masalah di tengah jalan bisa teratasi?
  11. Apakah kerjaan atau proyek ini memang benar-benar mungkin untuk dikerjakan? Artinya pakah ini tidak mustahil? Apakah ada urusan-urusan yang harusnya dirampungkan dulu sebelum ini?
Tulisan Ferdinand Fournies mendukung hipotesa bahwa jika faktor keadilan tidak dilaksanakan terhadap reward dan punishment akan berakibat kepada penurunan kinerja yang disebabkan oleh demotivasi karyawan.