Thursday, March 6, 2014

Anak Panti Asuhan Samuel Tunjukkan Lokasi Kekerasan

Kamis, 6 Maret 2014 | 17:59 WIB

TANGERANG, KOMPAS.com - Anak panti asuhan yang dilibatkan dalam olah tempat kejadian perkara (TKP) oleh Petugas Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Kriminal Umum Polda Metro Jaya, menunjukkan lokasi kekerasan yang dialaminya.

"Dalam olah TKP oleh Polda Metro Jaya, lima anak yang dilibatkan, menunjukkan lokasi kekerasan mulai dari dikurung di kandang anjing, dipukul gesper, dicemplungin di kamar mandi, diikat rantai hingga disetubuhi," kata Prima Evira, dari LBH Mawar Saron yang ikut dalam oleh TKP di Panti Asuhan Samuel's Home, Gading Serpong, Kamis (6/3/2014).

Dia mengatakan, dari hasil olah TKP, diperoleh keterangan tambahan, antara lain lokasi pemukulan oleh Samuel Watulingas di ruang tamu. Begitu pula dengan rantai yang digunakan untuk mengikat anak panti asuhan. 

Kekerasan lainnya Selain itu, ada juga kekerasan seperti pemukulan dengan gesper, anak panti yang dimasukkan ke dalam bak kamar mandi, dikurung di kandang anjing.

"Kekerasan tersebut dilakukan sebagai pemberian hukuman kepada anak asuhnya. Biasanya karena telat pulang usai main. Namun, tindakan itu sudah sangat salah," katanya.

Tidak hanya itu saja, terdapat juga tindakan asusila yang dilakukan SW kepada anak asuhannya. Diketahui, dua anak diduga telah disetubuhi Samuel. "Tadi, anak panti asuhan pun menunjukKan lokasi ketika disetubuhi," tegasnya.

Dalam olah TKP tersebut dilakukan 10 hingga 12 adegan. Terdapat lima anak panti asuhan yang dihadirkan dalam oleh TKP tersebut terdiri dari empat laki - laki dan satu perempuan. Kelima anak tersebut menggunakan penutup muka saat proses olah TKP berlangsung.

Sebelumnya  Polda Metro Jaya telah menetapkan Samuel (50) selaku pemilik panti asuhan The Samuel’s Home, di Tangerang, sebagai tersangka atas dugaan kekerasan terhadap anak asuh di pantinya. Saat ini istrinya, Yuni Winata, masih berstatus saksi dalam kasus tersebut.

Samuel dikenai dugaan pelanggaran Pasal 77 dan Pasal 80 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Penelantaran dan Penganiayaan Anak.
  
Analisis :

Dari kasus diatas,dapat saya simpulkan bahwa kekerasan yang terjadi di Samuel’s home dikarenakan  kurangnya pengawasan dari pemerintah. Pemerintah selama ini kurang memperhatikan apakah panti asuhan yang berdiri itu memiliki izin atau tidak.

Selain karena pemerintah kurang mengawasi, munculnya kasus penyiksaan juga karena pemerintah kurang memfasilitasi para anak terlantar. Alhasil, banyak berdiri panti-panti swasta yang kurang terjamin operasionalnya. 

Dapat dikatakan bahwa pengawasan mengenai kekerasan yang terjadi terhadap anak masih sangat kecil. Anak-anak menjadi sasaran yang sangat rentan terhadap kekerasan karena hampir dari setiap kasus yang diungkap, pelakunya adalah orang dekat korban. Tak sedikit pula pelakunya orang yang memiliki dominasi atas korban, seperti orangtua dan guru. Nyaris seluruh kasus kekerasan seksual pada anak baru terungkap setelah peristiwa itu terjadi, dan tak sedikit yang berdampak fatal. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu daya maupun ancaman dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit dihindari.

Akibat yang ditimbulkan dengan seringnya anak-anak mendapatkan kekersan baik fisik maupun pisikologi, maka tidak heran bila mereka mulai tumbuh dewasa sering terjadi tawuran yang dilakukan anak-anak sekolah SMP dan SMA, hingga Mahasiswa yang selalu menghiasi layar kaca. Begitu juga tawuran antar kampung yang selalu membuat resah setiap waktu. Semua ini muaranya bisa dipastikan karena budaya kekerasan sudah merasuki rumah-rumah keluarga Indonesia seperti kasus diatas.

Mendidik anak dengan menggunakan kekerasan bisa membahayakn fisik jiwa, akal, akhlak dan juga kehidupan sosial anak. Selain itu masih banyak dampak negatif yang muncul dari anak-anak yang terbiasa dengan budaya kekerasan. Seperti membahayakan kondisi keamanan, perekonomian keluarga dan masyarakat, kemajuan bangsa termasuk kelanjutan agama sebagai dasar penting berdirinya bangsa dan Negara Indonesia, seperti yang tercantum dalam sila pertama Pancasila.

Untuk itu pada seluruh keluarga, saatnya menghentikan budaya kekerasan dalam rumah tangga khususnya kepada anak-anak. Mendidik anak dengan menggunakan kekerasan dan kekasaran hanya akan menjadikan anak tumbuh menjadi pribadi yang destruktif, nakal, pemberontak, dan lebih memprihatinkan lagi bisa membuatnya terbiasa dengan kemunafikan. Menjadi impian dan harapan kita bersama, bahwa bangsa yang besar dan memiliki akhlak dan budi pekerti mulia, hanya akan terwujud jika kita mulai menghilangkan budaya kekerasan.

  
SUMBER :




No comments:

Post a Comment