Kenaikan
harga BBM bersubsidi mau tidak mau akhirnya datang juga. Berbagai reaksi dari
masyarakat timbul dengan gencar baik yang pro maupun yang kontra. Yang pro
tentunya pemerintah yang juga didukung Kadin, sebenarnya tidak menginginkan
terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi, namun kondisi dan kenyataan yang
terjadi memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan yang non-populis. Di sisi
lain, yang kontra terhadap kenaikan BBM mulai dari anggota DPR, DPRD, kalangan
mahasiswa dari berbagai universitas, petani, nelayan, angkutan umum dan masih
banyak lagi mereka semua menolak kenaikan harga BBM. Diantara yang pro dan
kontra terhadap kebijakan kenaikan harga BBM tersebut terdapat kelompok yang
abstain. Mereka ini tidak ikut demo, pasrah, harga BBM tidak naik syukur, kalau
BBM naik monggo kerso. Mereka juga sebenarnya berharap harga BBM tetap, karena
dengan kenaikan BBM akan mengakibatkan tambahan pengeluaran mereka sehari-hari,
tetapi tetap menerima.
Sudah
jelas pemerintah dengan perangkatnya beserta jajarannya akan mendukung kenaikan
harga BBM bersubsidi karena gaji mereka dibayar dari APBN dan mereka pula yang
menerbitkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk menyelamatkan APBN.
Selama APBN aman, gaji mereka tetap aman. Namun bukan alasan itu yang menjadi
dasar kebijakan kenaikan harga BBM. Kebijakan itu dikeluarkan setelah melalui
kajian dan berbagai pertimbangan yang masak serta dengan memperhitungkan dampak
positif dan negatifnya yang memang pada akhirnya kenaikan harga BBM lah yang
dianggap paling tepat untuk dilakukan. Tujuannya bukan hanya untuk
menyelamatkan APBN, tapi juga untuk menyelamatkan penyelenggaraan kegiatan
negara lainnya seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi dan
lainnya. Bahkan Kadin ikut menganjurkan agar pemerintah menaikkan harga BBM
untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha. Dari kalangan masyarakat yang
setuju dengan kenaikan BBM antara lain diperoleh pendapat bahwa harga BBM wajar
naik karena harga minyak mentah yang merupakan bahan pokoknya juga meningkat.
Pendapat lain mengatakan harga BBM perlu naik agar masyarakat berhemat dan
efisien dalam menggunakan BBM. Sementara seorang PNS mengatakan bahwa ia setuju
harga BBM naik, karena mengurangi subsidi untuk BBM yang akan terbuang percuma,
lebih baik dana subsidi digunakan untuk kesehatan atau pendidikan. Pendapat
yang lebih ekstreem berpendapat bahwa sebaiknya subsidi sebaiknya dihapus,
dananya dialihkan untuk BLT dan harga BBM disesuaikan dengan harga pasar.
Diantara
yang pro, kontra maupun yang abstain yang paling banyak dimuat beritanya adalah
mereka yang menolak kenaikan BBM. Seperti misalnya berita tentang adanya aksi
demo penolakan kenaikan BBM yang marak di berbagai daerah di Jawa, Sulawesi dan
Sumatera dan tempat lainnya di Indonesia yang disiarkan berbagai media cetak
dan elektronik serta internet. Padahal, yang setuju juga banyak, tapi beritanya
tidak segencar berita aksi penolakan kenaikan harga BBM. Apalagi yang abstain,
hampir tidak ada beritanya sama sekali. Hal ini wajar, karena mungkin di balik
penyebaran berita aksi penolakan kenaikan harga BBM tersebut terdapat tujuan
politis tertentu.
Terlepas
dari ajang pro dan kontra, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan harga
BBM bersubsidi dan memang demikian kenyataan yang harus dihadapi oleh negara
dan masyarakat. Walaupun akan dirasakan berat dampaknya, namun kebijakan itulah
yang saat ini dianggap pemerintah paling pas.
No comments:
Post a Comment