Sunday, January 20, 2013

BENTUK KASIH SAYANG TERHADAP ANAK DALAM BUDAYA JAWA BARAT



       Bagi seorang anak manusia, keluarga inti adalah tempat sosialisasi pertama bagi dirinya, yang terjalin melalui kasih sayang dan pola asuh. Di setiap kebudayaan, tentu akan ditemui pola pengasuhan dalam keluarga yang berbeda pula. Seperti halnya di dalam kebudayaan, di mulai dari keluarga, terdapat sebuah tata cara mendidik seorang anak yakni pendidkan karakter, pembentukan moral dan etika, yang keseluruhan itu terbingkai pada falsafah hidup masyarakat Jawa. Oleh sebab itu, keluarga inti bagi masyarakat Jawa merupakan kesatuan keluarga yang paling penting

Secara ideal, pembagian peran dalam sebuah keluarga meliputi keberadaan ayah menjadi seseorang yang bekerja untuk mencari sumber penghidupan sedangkan pola pengasuhan akan lebih banyak dijalankan oleh seorang ibu. Untuk itulah posisi ibu memiliki andil besar dalam proses pembentukan karakter anak, dan pemberian makna di dalam keluarga. Seorang ibu menjadi sosokpusat bagi sebuah keluarga, dalam segi sosial dan ekonomi, rumah tangga.

Sejatinya, pola asuh terbagi atas beberapa fase pertumbuhan anak manusia. Pertama adalah fase anak-anak. Usia tersebut dimulai umur bayi hingga berumur 5 tahun. Disini peranan emosional, keterikatan lahiriah dan batiniah antara anak dan ibu sangat menentukan.

Pada gilirannya ibu diharuskan mendidik anak dimulai dari anak mulai belajar berbicara, bermain dan mengenal orang dewasa di sekitarnya. Segala sikap perilaku, ucapan harus sudah diperhatikan. Awalnya anak akan mengaplikasikannya di lingkungan keluarga terdekat. Sebagai misal dalam berbahasa. Kepada orang yang lebih tua, anak belajar berbahasa krama.

Anak juga belajar sopan santun pada konteks sederhana sebagai misal tata cara makan, menggunakan baju, maupun bersikap.
Sebelum membentuk pola asuh yang baik,biasanya orang jawa dalam adat istiadatnya akan mengadakan upacara sebelum anaknya yang dikandung lair. Upacara tersebut disebut upacar memitu

Upacara Memitu/Tingkeban yang berasal dari Jawa Barat dipimpin oleh seorang lebe atau sesepuh dari kaum alim ulama setempat. Pimpinan upacara biasanya membacakan doa syukuran dan membacakan surat Lukman, sekaligus menutupnya dengan doa Al Barokah. Tempat penyelenggaraan upacara adalah di rumah pasangan yang bersangkutan atau di rumah orang tua salah satu pasangan. Lokasinya biasanya di luar rumah di tempat yang agak leluasa agar bisa dilihat oleh para tamu.

Pelaksanaan upacara memitu/tingkeban yaitu pada waktu usia kandungan tujuh bulan. Tepatnya dilaksanakan pada salah satu tanggal berikut yaitu: tanggal 7, 17 atau 27, disesuaikan dengan kesiapan yang bersangkutan. Pihak utama yang terlibat upacara adalah ibu yang sedang hamil tersebut dengan suaminya, orang tua kedua belah pihak, kerabat dari kedua belah pihak, lebe atau sesepuh yang akan memimpin upacara, dan dukun bayi atau paraji yang memimpin upacara mandi.

Pihak lainnya adalah tetangga dan handai taulan dari kedua belah pihak. Maksud dan tujuan dilaksanakannya upacara ini yaitu bersyukur kepada Tuhan karena rumah tangganya dibarokahi dengan diberi keturunan. Selain itu adalah memohon agar diberi keselamatan baik bagi si ibu maupun jabang bayi pada saat melahirkan nanti.

Disamping juga memohon agar si jabang bayi lahir dengan tanpa cacat dan menjadi anak yang baik, dan membawa pengaruh sejahtera kelak hidup di dunia.

No comments:

Post a Comment