Sunday, January 20, 2013
PESTA TABUIK SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DI SUMATERA BARAT
Kearifan lokal Minangkabau saat ini banyak yang tergerus zaman, tak terkecuali upaya penanggulangan bencana. Karenanya ragam kearifan lokal itu perlu dipahami kembali oleh generasi muda dan penerus bangsa.
dalam upaya penanggulangan bencana, sebenarnya tidak boleh hanya sebatas masalah infrastruktur saja. Namun juga harus memberdayakan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat.
Salah satu bentuk kearifan local di Sumatera Barat adalah pesta tabuik.
Tabuik adalah sebuah benda berbentuk keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan, dan bambu. Tabuik merupakan benda utama yang diarak di tepi pantai untuk kemudian dibuang ke laut.
Badan Tabuik dibuat berbentuk kuda besar, bersayap lebar, dan berkepala perempuan cantik berambut panjang. Pembuatan tabuik dikerjakan dari tanggal 1 hingga 9 Muharam oleh dua kelompok masyarakat Pariaman yaitu kelompok Pasar dan kelompok Suberang. Tabuik yang dibuat pun dua buah.
Pesta Tabuik adalah sebentuk upacara masyarakat Pariaman dalam memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Hassan dan Hussain di Padang Karbala. Sebagian kaum Muslim meyakini bahwa jenazah Hussain dimasukkan ke dalam peti jenazah (tabuik) dan dibawa ke langit menggunakan Bouraq.
Menurut sejarah Pariaman, pesta Tabuik adalah bentuk usaha pembauran antara pasukan Thamil yang dahulu adalah bagian dari pasukan Inggris dengan masyarakat Pariaman.
Berasal dari kata tabut, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment