Thursday, October 4, 2012

ASPEK KEADILAN DALAM MANAJERIAL


      Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan tentunya membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material dan mesin. Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu para karyawan. Karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
 Bagi sebagian karyawan, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Pada prinsipnya imbalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Biasanya imbalan ini merupakan nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya sendiri karena telah menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih besar dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan imbalan bagi karyawan. Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan liburan. Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk imbalan bukan uang misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan diri, fleksibilitas karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian dan pengakuan. Imbalan bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya mengenai rasa aman.
Ketika baru-baru ini di negara kita terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang disebabkan karena adanya bank-bank yang dilikuidasi dan adanya krisis moneter, mengakibatkan banyak karyawan yang merasa tidak aman dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk mengatasi hal ini, beberapa pengusaha berusaha menenangkan karyawannya dengan menawarkan rasa aman untuk tidak di PHK, dan sebagai gantinya karyawan tidak memperoleh peningkatan imbalan berupa uang. Contoh lain, misalnya simbol status. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap orang ingin memperoleh dan menggunakan simbol-simbol status tertentu untuk memuaskan kebutuhannya. Semakin banyak simbol status yang dimilikinya, misalnya memperoleh fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, atau memperoleh kenaikan pangkat, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa berhasil memuaskan kebutuhannya. Salah satu kebutuhan yang terpuaskan itu misalnya kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang-orang dalam lingkungan kerjanya atau masyarakat di sekitarnya. Menurut Siagian (1995), status
merupakan faktor motivasional yang penting, sebab status dipandang sebagai peringkat prestise seseorang dalam suatu organisasi, seperti jabatan, pangkat dan fasilitas yang diperoleh.
Dalam hubungan kinerja dan kepuasan kerja bawahan, hubungan dengan rekan kerja dan atasan maka manager sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mengarahkan usaha yang bertujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya sangat berkepentingan didalam mengelola bawahannya sehingga mereka dapat bekerja secara optimal.
Seorang manajer yang efektif didalam menjalankankan tugasnya memiliki perilaku yang berorientasi pada tugas dengan artian bahwa para manajer berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti misalnya merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasi kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan, dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para bawahan dalam menetapkan tujuan-tujuan kinerja yang tinggi namun realistis. Selain perilaku yang berorientasi pada tugas,seorang manajer juga harus memiliki perilaku yang berorientasi pada hubungan seperti bertindak ramah tamah dan penuh perhatian pada bawahan, mencoba untuk mengerti masalah bawahan, membantu untuk mengembangkan para bawahan dan meningkatkan karier mereka, serta selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberi pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan bawahan. Perilaku yang ketiga adalah kepemimpinan partisipatif yang artinya bahwa seorang manajer dapat mengadakan pertemuan kelompok agar memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerja sama, dan memudahkan pemecahan konflik. Selain itu,peran dari manajer dalam pertemuan kelompok adalah memandu  diskusi, berkonstruktif serta berorientasi kepada pemecahan masalah. Namun, penggunaan partisipasi bukan secara tidak langsung menghilangkan tanggung jawab, dan manajer tersebut tetap bertanggung jawab atas semua keputusan dan hasilnya.
Didalam melaksanakan tugasnya manajer  memainkan berbagai peran yang sesuai dengan sifat dari posisi manajerial tersebut yaitu
v  Peran performa pemimpin : Para manajer diharuskan untuk melakukan tugas-tugas simbolik tertentu yang bersifat legal dan sosial. Tugas-tugas tersebut seperti memimpin pertemuan tertentu,berpartisipasi dalam upacara ritual, dan menerima tamu resmi.
v  Peran sebagai pemimpin : Para manajer bertanggung jawab agar sub-sub unit organisasinya berfungsi sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi dalam mengejar tujuan dasarnya. Sejumlah kegiatan manajerial khususnya memperhatikan peran pemimpin, termasuk merekrut, melatih, mengarahkan memberi pujian, memberi kritik,  mempromosikan, dan memberhentikan.
v  Peran sebagai penghubung : Hakikat dari peran penghubung adalah membuat kontak-kontak baru, tetap menjalin hubungan, memberi bantuan yang sebaliknya akan memungkinkan manajer tersebut untuk pada saatnya meminta juga kemurahan hati dari orang lain.                                                                                                                                                                                                         
v  Peran sebagai pemantau : Para manajer secara kontinu mencari informasi dari sejumlah sumber,seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam setiap pertemuan dan melakukan perjalanan pengamatan. Kebanyakan dari informasi tersebut dianalisis untuk menemukan masalah dan peluang serta proses internal didalam subunit organisasi dari manajer tersebut.
v  Peran sebagai disseminator (pembagi informasi) : Para mananjer mempunyai akses khusus kepada sumber-sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan. Beberapa dari informasi tersebut harus diteruskan kepada para bawahan, mungkin dalam bentuk aslinya atau setelah diinterpretasi dan disunting oleh manajer tersebut.
v  Peran sebagai juru bicara : Para manajer juga diharuskan untuk meneruskan informasi dan memberikan pernyataan-pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit organisasi mereka. Masing-masing manajer tersebut juga diharapkan untuk bertindak sebagai seorang lobbyist dan sebagai wakil hubungan masyarakat dari subunit organisasi jika menghadapi para atasan dan pihak luar.
v  Peran sebagai wirausahawan : Manajer sebuah organisasi bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan peluang dalam memperbaiki situasi yang sekarang ada. Beberapa dari proyek perbaikan tersebut diawasi langsung oleh manajer tersebut, dan beberapa lainnya didelegasikan kepada para bawahan.
v  Peran sebagai penanganan kerusuhan : Dalam peran sebagai penangangan kerusuhan, seorang manajer menghadapi sebuah krisis yang mendadak tidak dapat diabaikan. Krisis tersebut disebabkan oleh perisitiwa-peristiwa yang tidak diduga, seperti konflik diantara bawahan, pemogokan, kebakaran. Seorang manajer secara khas memberikan prioritas terhadap peran tersebut dibanding dengan yang lainnya.
v  Peran sebagai pembagi sumber daya : Para manajer menggunakan kekuasaan mereka untuk mengalokasi sumber-sumber daya seperti uang, personalia, material, peralatan, dan jasa-jasa. Alokasi sumber daya termasuk dalam pengambilan keputusan manajerial mengenai apa yang akan dilakukan, Dalam kewenangan manajer untuk mensahkan keputusan-keputusan yang diambil oleh para bawahan, dalam menyiapkan anggaran, dan dalam penjadwalan waktu manajer itu sendiri.
v  Peran sebagai perunding : Para manajer dapat ikut serta dalam berbagai jenis perundingan, termasuk perundingan dengan serikat pekerja yang menyangkut kontrak antara buruh dan manajemen; perundingan mengenai kontrak dengan para pelanggan yang penting, para pemasok, atau konsultan dan perundingan-perundingan lainnya yang tidak rutin. 
Namun ketika seorang manajer tidak berperilaku adil baik dalam aspek intrinsic maupun ekstrinsik maka besar kemungkinan berdampak terhadap penurunan kinerja bawahan dan yang lebih buruk adalah demotivasi karyawan. Dalam budaya dasar Thomas Aquinas memberikan pengertian kepada keadilan sebagai kemauan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Keadilan juga berarti keseimbangan antara kehidupan kejiwaan dan kehidupan keragaan, antara berpikir dan merasakan, antara kepentingan diri dan kepentingan orang lain . Keadilan mengacu pada adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
Keadilan memiliki beberapa karakteristik / ciri antara lain :
·         Adil (just)
·         Bersifat hukum (legal)
·         Sah menurut hukum (lawful)
·         Tidak memihak (unpartial)
·         Sama hak (equal)
·         Layak (fair)
·         Wajar secara moral (equitable)
·         Benar secara moral (righteous)
Jika keadilan dihubungkan dengan teori motivasi keadilan yang mengatakan bahwa suatu teori motivasi kerja yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan seseorang akan keadilan dan kejujuran dari penghargaan dan hukuman dalam menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya.
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atas keadilan dari penghargaan yang diterima. Menurut teori keadilan, individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan dengan yang mereka terima dari upaya dalam proposi dengan usaha yang mereka pergunakan, orang menilai keadilan dari imbalan mereka dengan membandingkan dengan imbalan yang diterima orang lain untuk input yang serupa atau dengan rasio usaha yang lain yang mereka alami. Kalau mereka merasa ada ketidakadilan, akan berkembang ketegangan di antara mereka, yang mereka usahakan penyelesaiannya  lewat penyesuaian tingkah laku mereka. Sebagai contoh seorang pekerja yang menganggap bahwa dirinya menerima gaji terlalu kecil, misalnya, mungkin mencoba mengurangi ketidakadilan ini dengan mengurangi usaha yang mereka lakukan.
Ketidak adilan dapat memicu perilaku karyawan yang menurut Harian Spokesman Review masuk kedalam sikap atau tipe karyawan/pegawai yang tidak disukai dari sisi manajer, yaitu :
§  Not my job (NMJ), tipe karyawan macam ini selalu pintar menghindari tugas dengan alasan bukan tugasnya.
§  Need more money (NMM), selalu menganggap gajinya belum setimpal dengan pekerjaannya, dan tidak mau mengakui kesejahteraan yang sudah diusahakan pimpinan / organisasinya.
§  Wastes company time (WCT), membuang jam kerja dengan aktivitas yang merugikan organisasi, belanja di pasar/ Mal, urusan pribadi saat jam kerja, pergi tanpa ijin atasan.
§  Needs more help (NMH), merasa pekerjaannya “overload”, meski sudah dibantu pegawai lain tetap saja pekerjaannya tidak pernah beres.
§  Always complaining and diagreeble (ACD), selalu mengeluh dan bersikap tidak menyenangkan, baginya setiap hari adalah penderitaan dan pekerjaan dianggap sebagai siksaan.
§  Clock watcher’s syndrome (CWS), selalu rajin menengok jam, khususnya mendekati akhir jam bekerja, setelah makan siang tidak banyak yang dikerjakannya kecuali menunggu saatnya pulang.
§  The trouble maker (TTM), pembuat onar, suka menghambat dan menunda pekerjaan dengan alasan lupa, mengulur-ulur waktu, benalu/parasit dalam tim  dan keberadaannya menjadi beban yang membuat laju kinerja tim terseok-seok.
Ketika kondisi penurunan kinerja diketahui, maka Manajemen puncak berdasarkan kaidah organisasi akan menilai bahwa apapun masalah ditingkat manajemen fungsional merupakan tanggung jawab manajernya, berbagai alasan dapat menjadi dasar penilaian bagi manajemen puncak terhadap manajernya seperti dikemukakan oleh Ferdinand Fournies, penulis buku Why Employees Don’t Do What They’re Supposed To Do and What To Do About It, bahwa faktor penyebab kegagalan manajer mengelola bawahannya adalah karena :

1.    Mereka tidak tahu mengapa mereka sampai harus melakukannya.

2.    Mereka tidak tahu bagaimana cara melakukannya.

3.    Mereka tidak tahu apa-apa yang seharusnya dilakukan.
4.    Mereka pikir cara Anda tidak akan berhasil.
5.    Mereka pikir cara mereka lebih baik.
6.    Mereka pikir ada yang lebih penting.
7.    Tidak ada konsekuensi positif sebagai hasil dari pengerjaan tugas itu.
8.    Mereka mendapatkan reward dari tidak mengerjakan tugas itu.
  1. Mereka justru mendapat hukuman dari mengerjakan apa-apa yang seharusnya mereka lakukan.
10. Mereka mengira bakal ada konsekuensi negatif bila mereka mengerjakannya.
11. Performa buruk mereka tidak mendapat konsekuensi negatif
12. Ada hambatan-hambatan di luar kendali mereka
  1. Ada batasan-batasan pribadi yang menghalangi mereka dari merampungkan tugas itu.
14. Masalah pribadi.
15. Tugasnya memang mustahil untuk dikerjakan.

Atau apakah manajernya yang tidak melakukan fungsinya yaitu
  1. Apakah manajer sudah menjelaskan ke karyawan tentang mengapa pekerjaan ini harus dilakukan?
  2. Apakah karyawan punya keterampilan yang dibutuhkan untuk merampungkan tugas ini? Bila tidak, bagaimana manajer bisa melatihnya? Apakah ada orang lain yang bisa mengerjakan tugas ini?
  3. Apakah manajer sudah merumuskan ekspektasi yang jelas terkait outcome atau hasil akhir yang diharapkan?
  4. Sudahkah manajer memberi penjelasan sedemikian rupa terkait kerjaan ini sehingga karyawan bisa mengukur bilamanakah tugas mereka dikerjakan dengan baik? Apakah mereka punya cukup informasi untuk melakukan monitoring -mandiri?
  5. Sudahkah manajer menjelaskan mengapa prosedurnya adalah yang terbaik? Apakah manajer memberikan kesempatan pada karyawan untuk mendiskusikan prosedur tersebut? Apakah karyawan mempunyai masukan terkait dengan prosedur tersebut?
  6. Sudahkah manajer sudah menjelaskan bagaimana hubungan antara tugas yang diberikan dengan prioritas perusahaan? Sudahkah manajer menjelaskan tingkat kegentingan dari kerjaan ini?
  7. Sudahkah manajer menyediakan cukup insentif untuk performa yang baik? Apakah karyawan mengetahui bahwa manajer memonitor performa mereka? Apakah ada konsekuensi negatif dari tidak perform? Melalui tindakan dan perilaku apakah manajer sudah memberikan ganjaran khusus bagi karyawan yang tidak perform?
  8. Apakah karyawan punya anggapan bahwa bila pekerjaannya rampung dengan baik mereka justru akan mendapat konsekuensi kurang menguntungkan?
  9. Apakah mereka kurang punya sumberdaya yang cukup untuk bisa mengatasi penghalang di tengah jalan?
  10. Apakah ada hal-hal yang perlu disediakan manajer untuk mereka agar masalah-masalah di tengah jalan bisa teratasi?
  11. Apakah kerjaan atau proyek ini memang benar-benar mungkin untuk dikerjakan? Artinya pakah ini tidak mustahil? Apakah ada urusan-urusan yang harusnya dirampungkan dulu sebelum ini?
Tulisan Ferdinand Fournies mendukung hipotesa bahwa jika faktor keadilan tidak dilaksanakan terhadap reward dan punishment akan berakibat kepada penurunan kinerja yang disebabkan oleh demotivasi karyawan.

    
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 

No comments:

Post a Comment