Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu
perusahaan tentunya membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material
dan mesin. Perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu para
karyawan. Karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena
memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan
untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga mempunyai
berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi
kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang
untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
Bagi sebagian karyawan,
harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun
yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang
terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh
masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa
lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol
status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat
dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan,
keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari
pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Pada prinsipnya imbalan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik.
Imbalan intrinsik yaitu imbalan
yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Biasanya imbalan ini merupakan
nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya sendiri karena telah
menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik
pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan,
tanggung jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih
besar dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan
imbalan bagi karyawan. Imbalan
ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan
imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji
pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi
tidak langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti
kerja, pelatihan dan liburan. Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima
karyawan dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau
phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk imbalan bukan uang misalnya rasa aman,
atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan diri, fleksibilitas karier,
peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian dan pengakuan. Imbalan
bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya mengenai
rasa aman.
Ketika baru-baru ini di
negara kita terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang
disebabkan karena adanya bank-bank yang dilikuidasi dan adanya krisis moneter,
mengakibatkan banyak karyawan yang merasa tidak aman dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya. Untuk mengatasi hal ini, beberapa pengusaha berusaha
menenangkan karyawannya dengan menawarkan rasa aman untuk tidak di PHK, dan
sebagai gantinya karyawan tidak memperoleh peningkatan imbalan berupa uang.
Contoh lain, misalnya simbol status. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap orang
ingin memperoleh dan menggunakan simbol-simbol status tertentu untuk memuaskan
kebutuhannya. Semakin banyak simbol status yang dimilikinya, misalnya
memperoleh fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, atau memperoleh kenaikan
pangkat, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa berhasil memuaskan
kebutuhannya. Salah satu kebutuhan yang terpuaskan itu misalnya kebutuhan untuk
dihargai dan dihormati oleh orang-orang dalam lingkungan kerjanya atau masyarakat
di sekitarnya. Menurut Siagian (1995), status
merupakan faktor motivasional yang penting,
sebab status dipandang sebagai peringkat prestise seseorang dalam suatu
organisasi, seperti jabatan, pangkat dan fasilitas yang diperoleh.
Dalam
hubungan kinerja dan kepuasan kerja bawahan, hubungan dengan rekan kerja dan
atasan maka manager sebagai
orang yang bertanggung jawab untuk mengarahkan usaha yang bertujuan membantu
organisasi dalam mencapai sasarannya sangat berkepentingan didalam
mengelola bawahannya sehingga mereka dapat bekerja secara optimal.
Seorang
manajer yang efektif didalam menjalankankan tugasnya memiliki perilaku yang berorientasi pada tugas dengan artian
bahwa para manajer berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada
tugas seperti misalnya merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasi
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan, dan bantuan teknis
yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para bawahan
dalam menetapkan tujuan-tujuan kinerja yang tinggi namun realistis. Selain
perilaku yang berorientasi pada tugas,seorang manajer juga harus memiliki perilaku
yang berorientasi pada hubungan seperti bertindak ramah tamah dan penuh
perhatian pada bawahan, mencoba untuk mengerti masalah bawahan, membantu untuk
mengembangkan para bawahan dan meningkatkan karier mereka, serta selalu memberi
informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para
bawahan, dan memberi pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan bawahan.
Perilaku yang ketiga adalah kepemimpinan partisipatif yang artinya bahwa
seorang manajer dapat mengadakan pertemuan kelompok agar memudahkan partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerja
sama, dan memudahkan pemecahan konflik. Selain itu,peran dari manajer dalam
pertemuan kelompok adalah memandu
diskusi, berkonstruktif serta berorientasi kepada pemecahan masalah.
Namun, penggunaan partisipasi bukan secara tidak langsung menghilangkan
tanggung jawab, dan manajer tersebut tetap bertanggung jawab atas semua
keputusan dan hasilnya.
Didalam
melaksanakan tugasnya manajer memainkan berbagai
peran yang sesuai dengan sifat dari posisi manajerial tersebut yaitu
v Peran performa pemimpin : Para manajer
diharuskan untuk melakukan tugas-tugas simbolik tertentu yang bersifat legal
dan sosial. Tugas-tugas tersebut seperti memimpin pertemuan
tertentu,berpartisipasi dalam upacara ritual, dan menerima tamu resmi.
v Peran sebagai pemimpin : Para manajer
bertanggung jawab agar sub-sub unit organisasinya berfungsi sebagai suatu
kesatuan yang terintegrasi dalam mengejar tujuan dasarnya. Sejumlah kegiatan
manajerial khususnya memperhatikan peran pemimpin, termasuk merekrut, melatih,
mengarahkan memberi pujian, memberi kritik,
mempromosikan, dan memberhentikan.
v Peran sebagai penghubung : Hakikat dari peran
penghubung adalah membuat kontak-kontak baru, tetap menjalin hubungan, memberi
bantuan yang sebaliknya akan memungkinkan manajer tersebut untuk pada saatnya
meminta juga kemurahan hati dari orang lain.
v Peran sebagai pemantau : Para manajer secara
kontinu mencari informasi dari sejumlah sumber,seperti membaca laporan dan
memo, hadir dalam setiap pertemuan dan melakukan perjalanan pengamatan.
Kebanyakan dari informasi tersebut dianalisis untuk menemukan masalah dan
peluang serta proses internal didalam subunit organisasi dari manajer tersebut.
v Peran sebagai disseminator (pembagi
informasi) : Para mananjer mempunyai akses khusus kepada sumber-sumber
informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan. Beberapa dari informasi
tersebut harus diteruskan kepada para bawahan, mungkin dalam bentuk aslinya atau
setelah diinterpretasi dan disunting oleh manajer tersebut.
v Peran sebagai juru bicara : Para manajer juga
diharuskan untuk meneruskan informasi dan memberikan pernyataan-pernyataan
tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit organisasi mereka.
Masing-masing manajer tersebut juga diharapkan untuk bertindak sebagai seorang lobbyist dan sebagai wakil hubungan
masyarakat dari subunit organisasi jika menghadapi para atasan dan pihak luar.
v Peran sebagai wirausahawan : Manajer sebuah
organisasi bertindak sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali
untuk memanfaatkan peluang dalam memperbaiki situasi yang sekarang ada.
Beberapa dari proyek perbaikan tersebut diawasi langsung oleh manajer tersebut,
dan beberapa lainnya didelegasikan kepada para bawahan.
v Peran sebagai penanganan kerusuhan : Dalam
peran sebagai penangangan kerusuhan, seorang manajer menghadapi sebuah krisis
yang mendadak tidak dapat diabaikan. Krisis tersebut disebabkan oleh
perisitiwa-peristiwa yang tidak diduga, seperti konflik diantara bawahan,
pemogokan, kebakaran. Seorang manajer secara khas memberikan prioritas terhadap
peran tersebut dibanding dengan yang lainnya.
v Peran sebagai pembagi sumber daya : Para
manajer menggunakan kekuasaan mereka untuk mengalokasi sumber-sumber daya
seperti uang, personalia, material, peralatan, dan jasa-jasa. Alokasi sumber
daya termasuk dalam pengambilan keputusan manajerial mengenai apa yang akan
dilakukan, Dalam kewenangan manajer untuk mensahkan keputusan-keputusan yang
diambil oleh para bawahan, dalam menyiapkan anggaran, dan dalam penjadwalan
waktu manajer itu sendiri.
v Peran sebagai perunding : Para manajer dapat
ikut serta dalam berbagai jenis perundingan, termasuk perundingan dengan
serikat pekerja yang menyangkut kontrak antara buruh dan manajemen; perundingan
mengenai kontrak dengan para pelanggan yang penting, para pemasok, atau
konsultan dan perundingan-perundingan lainnya yang tidak rutin.
Namun
ketika seorang manajer tidak berperilaku adil baik dalam aspek intrinsic maupun
ekstrinsik maka besar kemungkinan berdampak terhadap penurunan kinerja bawahan
dan yang lebih buruk adalah demotivasi karyawan. Dalam budaya dasar Thomas
Aquinas memberikan pengertian kepada keadilan sebagai kemauan untuk memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Keadilan juga berarti keseimbangan
antara kehidupan kejiwaan dan kehidupan keragaan, antara berpikir dan
merasakan, antara kepentingan diri dan kepentingan orang lain . Keadilan
mengacu pada adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
Keadilan
memiliki beberapa karakteristik / ciri antara lain :
·
Adil (just)
·
Bersifat hukum (legal)
·
Sah menurut hukum (lawful)
·
Tidak memihak (unpartial)
·
Sama hak (equal)
·
Layak (fair)
·
Wajar secara moral (equitable)
·
Benar secara moral (righteous)
Jika
keadilan dihubungkan dengan teori motivasi keadilan yang mengatakan bahwa suatu
teori motivasi kerja yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan
seseorang akan keadilan dan kejujuran dari penghargaan dan hukuman dalam
menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya.
Teori
keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan
adalah evaluasi individu atas keadilan dari penghargaan yang diterima. Menurut
teori keadilan, individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan
dengan yang mereka terima dari upaya dalam proposi dengan usaha yang mereka
pergunakan, orang menilai keadilan dari imbalan mereka dengan membandingkan
dengan imbalan yang diterima orang lain untuk input yang serupa atau dengan
rasio usaha yang lain yang mereka alami. Kalau mereka merasa ada ketidakadilan,
akan berkembang ketegangan di antara mereka, yang mereka usahakan
penyelesaiannya lewat penyesuaian
tingkah laku mereka. Sebagai contoh seorang pekerja yang menganggap bahwa
dirinya menerima gaji terlalu kecil, misalnya, mungkin mencoba mengurangi
ketidakadilan ini dengan mengurangi usaha yang mereka lakukan.
Ketidak
adilan dapat memicu perilaku karyawan yang menurut
Harian Spokesman Review masuk kedalam sikap atau tipe karyawan/pegawai yang
tidak disukai dari sisi manajer, yaitu :
§
Not my job (NMJ), tipe karyawan
macam ini selalu pintar menghindari tugas dengan alasan bukan tugasnya.
§ Need more money (NMM), selalu menganggap gajinya belum setimpal dengan
pekerjaannya, dan tidak mau mengakui kesejahteraan yang sudah diusahakan pimpinan
/ organisasinya.
§ Wastes company time (WCT), membuang jam kerja dengan aktivitas yang merugikan
organisasi, belanja di pasar/ Mal, urusan pribadi saat jam kerja, pergi tanpa
ijin atasan.
§ Needs more help (NMH), merasa pekerjaannya “overload”, meski sudah dibantu
pegawai lain tetap saja pekerjaannya tidak pernah beres.
§ Always complaining and diagreeble (ACD), selalu
mengeluh dan bersikap tidak menyenangkan, baginya setiap hari adalah
penderitaan dan pekerjaan dianggap sebagai siksaan.
§ Clock watcher’s syndrome (CWS), selalu rajin menengok jam, khususnya mendekati akhir jam
bekerja, setelah makan siang tidak banyak yang dikerjakannya kecuali menunggu
saatnya pulang.
§ The trouble maker (TTM), pembuat onar, suka menghambat dan menunda pekerjaan
dengan alasan lupa, mengulur-ulur waktu, benalu/parasit dalam tim dan
keberadaannya menjadi beban yang membuat laju kinerja tim terseok-seok.
Ketika
kondisi penurunan kinerja diketahui, maka Manajemen puncak berdasarkan kaidah organisasi
akan menilai bahwa apapun masalah ditingkat manajemen fungsional merupakan
tanggung jawab manajernya, berbagai alasan dapat menjadi dasar penilaian bagi
manajemen puncak terhadap manajernya seperti dikemukakan oleh Ferdinand Fournies,
penulis buku Why Employees Don’t Do What They’re Supposed To Do and
What To Do About It, bahwa faktor penyebab kegagalan
manajer mengelola bawahannya adalah karena :
1.
Mereka tidak tahu mengapa mereka sampai harus melakukannya.
2.
Mereka tidak tahu bagaimana cara melakukannya.
3.
Mereka tidak tahu apa-apa yang seharusnya dilakukan.
4.
Mereka pikir cara Anda tidak akan berhasil.
5.
Mereka pikir cara mereka lebih baik.
6.
Mereka pikir ada yang lebih penting.
7.
Tidak ada konsekuensi positif sebagai hasil dari pengerjaan tugas
itu.
8.
Mereka mendapatkan reward dari tidak mengerjakan tugas itu.
- Mereka justru mendapat hukuman
dari mengerjakan apa-apa yang seharusnya mereka lakukan.
10. Mereka mengira bakal ada
konsekuensi negatif bila mereka mengerjakannya.
11.
Performa buruk mereka tidak mendapat konsekuensi negatif
12.
Ada hambatan-hambatan di luar kendali mereka
- Ada batasan-batasan pribadi
yang menghalangi mereka dari merampungkan tugas itu.
14.
Masalah pribadi.
15.
Tugasnya memang mustahil untuk dikerjakan.
Atau apakah manajernya yang tidak melakukan fungsinya yaitu
- Apakah manajer sudah
menjelaskan ke karyawan tentang mengapa pekerjaan ini harus dilakukan?
- Apakah karyawan punya
keterampilan yang dibutuhkan untuk merampungkan tugas ini? Bila tidak,
bagaimana manajer bisa melatihnya? Apakah ada orang lain yang bisa
mengerjakan tugas ini?
- Apakah manajer sudah merumuskan
ekspektasi yang jelas terkait outcome atau hasil akhir yang diharapkan?
- Sudahkah manajer memberi
penjelasan sedemikian rupa terkait kerjaan ini sehingga karyawan bisa
mengukur bilamanakah tugas mereka dikerjakan dengan baik? Apakah mereka
punya cukup informasi untuk melakukan monitoring -mandiri?
- Sudahkah manajer menjelaskan
mengapa prosedurnya adalah yang terbaik? Apakah manajer memberikan
kesempatan pada karyawan untuk mendiskusikan prosedur tersebut? Apakah karyawan
mempunyai masukan terkait dengan prosedur tersebut?
- Sudahkah manajer sudah
menjelaskan bagaimana hubungan antara tugas yang diberikan dengan
prioritas perusahaan? Sudahkah manajer menjelaskan tingkat kegentingan
dari kerjaan ini?
- Sudahkah manajer menyediakan
cukup insentif untuk performa yang baik? Apakah karyawan mengetahui bahwa manajer
memonitor performa mereka? Apakah ada konsekuensi negatif dari tidak perform?
Melalui tindakan dan perilaku apakah manajer sudah memberikan ganjaran
khusus bagi karyawan yang tidak perform?
- Apakah karyawan punya anggapan
bahwa bila pekerjaannya rampung dengan baik mereka justru akan mendapat
konsekuensi kurang menguntungkan?
- Apakah mereka kurang punya
sumberdaya yang cukup untuk bisa mengatasi penghalang di tengah jalan?
- Apakah ada hal-hal yang perlu disediakan
manajer untuk mereka agar masalah-masalah di tengah jalan bisa teratasi?
- Apakah kerjaan atau proyek ini
memang benar-benar mungkin untuk dikerjakan? Artinya pakah ini tidak
mustahil? Apakah ada urusan-urusan yang harusnya dirampungkan dulu sebelum
ini?
Tulisan Ferdinand Fournies mendukung hipotesa bahwa
jika faktor keadilan tidak dilaksanakan terhadap reward dan punishment akan berakibat
kepada penurunan kinerja yang disebabkan oleh demotivasi karyawan.
No comments:
Post a Comment